Allahu Akbar

Kamis, 25 September 2008

Dampingi Anak Mengenal Teknologi Informasi

By Republika Contributor

JAKARTA--Perkembangan teknologi informasi sangat pesat. Tidak lagi terbatas perubahan per hari, kini semakin cepat dalam hitungan detik.

Anak-anak yang haus akan pengetahuan, relatif lebih mudah menerika perkembangan teknologi tersebut. Diperlukan bimbingan orangtua dalam mengenalkan dan mengajarkan anak untuk memfilter hal-hal negatif yang mungkin ditimbulkan.

Hal itu terkemuka dalam talkshow "Kontroversi Perkembangan Teknologi Informasi Pada Anak" yang diselenggarakan oleh Unilever di Jakarta, (23/9).

Pakar Telematika, Roy Suryo mengatakan, permasalahan yang sering terjadi yaitu cara agar orang tua bisa berperan untuk menentukan teknologi apa yang cocok bagi anak dan dimengerti oleh orang tua.

"Teknologi informasi dapat kita manfaatkan karena dekat dengan diri kita," ujarnya.

Menurut Roy, orang tua mempunyai peran demikian strategis. Dia mencontohkan, games. Tidak selamanya games memberikan dampak negatif. Ada juga dampak positif yakni mengenal perangkat yang digunakan bermain games untuk mengapresiasi anak terhadap perangkat teknologi.

Menyikapi akses internet yang demikian bebas. Apalagi menurut data yang dilansir Commerce.com, Indonesia menempati peringkat dua untuk kategori penyalahgunaan akses internet. Roy menuturkan, hal yang terpenting orang tua mencegah anak untuk mengakses internet diluar rumah.

"Orang tua harus memfasilitasi anak untuk tidak mengakses internet di luar. Dengan demikian orang tua dapat membimbing anak apa saja yang ingin diketahui anak," jelasnya.

Penyanyi sekaligus ibu dari tiga orang anak, Shelomita mengatakan, dirinya merasa khawatir dengan perkembangan teknologi informasi saat ini.

"Sebagai orang tua, saya ingin memperlambat pengetahuan anak terhadap teknologi." ujarnya artis yang belum lama membuka home schooling di bilangan senopati itu.

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, maka dia merasa harus memperkenalkan teknologi kepada anak-anaknya.

"Saya sudah memperkenalkan anak saya komputer semenjak usia tiga tahun dan mendampingi mereka mengakses internet," ujarnya.

Menanggapi hal itu, Roy mengatakan, teknologi yang semakin berkembang jangan membuat orangtua melarang anak menggunakan teknologi. Justru orangtua juga harus memahami teknologi bersama-sama.

"Orang tua tidak perlu khawatiir karena ada software khusus yang membantu memfilter situs-situs negatif," ujarnya.

Roy menambahkan, sebaiknya orang tua memberikan informasi kepada anak untuk mencegahnya mencari tahu dari orang
lain. (cr2/ri)

Si Kecil Mengoceh Setiap Saat? Ajarkan Komunikasi yang Tepat

Jika Anda memiliki anak berusia 3-4 tahun, mungkin tidak aneh melihatnya mengoceh setiap saat. Mereka juga sangat suka mengajukan pertanyaan.

Jika mereka tidak bertanya, maka berarti mereka sedang menyanyi atau bersenandung, atau berhitung atau menceritakan kembali dongeng atau pengalamannya.

Apabila mereka tidak melakukan satu hal diantaranya, berarti mereka sedang sibuk merangkai kalimat dari kata-kata yang dibuatnya sendiri.

Sayangnya, ocehan yang keluar dari mulut mungil mereka baru satu arah. Pasalnya, sebagian besar anak usia 3-4 tahun belum menguasai kemampuan berkomunikasi dua arah.

Ahli bahasa atau patologis, Janice Greenberg memaparkan, anak usia 3-4 tahun memang sudah memiliki sebagian dari kemampuan berbahasa. Mereka juga sudah belajar bercakap-cakap dengan orang lain meskipun masih sangat awal.

"Bisa jadi mereka ingin meyakinkan diri untuk menarik atau menjaga perhatian orangtua sebagai menjadi alasan mereka berbicara sepanjang hari,"

Untuk mengajarkan anak usia 3-4 tahun mendengar sama halnya dengan berbicara, lanjut Greenberg, orangtua harus melakukan dengan sangat hati-hati. Jangan sampai hal itu menurunkan semangat anak, terutama karena mereka sangat tertarik berbicara terutama kepada orangtuanya.

Sementara kemampuan bicara dan berbahasa anak harus didukung, orangtua juga harus ingat pentingnya anak untuk memperingatkan anak bahwa menginterupsi pembicaraan orang lain sangat tidak pantas.

"Kita harus memberitahu anak mengenai aturan sosial yang mengatur kapan kita bicara atau diam. saat kita diam, maka giliran oranglain untuk bicara," ujarnya.

Orangtua juga seharusnya mengajarkan cara yang tepat untuk anak memotong pembicaraan, terutama saat dia ingin mengatakan sesuatu yang penting. Dia juga harus belajar menunggu saat yang tepat.

"Ajarkan untuk mengatakan, maaf. kemudian tunggu perhatian orang yang diajak bicara kemudian barulah memulai mengungkapkan pernyataan. Hal itu sudah dapat dipelajari anak usia 3-4 tahun," ujar Greenberg.(theparentreport.com/ri)

Mustahiq Terbaik

oleh Aisa_rahmah (Sumber : Eramuslim.com)

Sebenarnya cerita ini sudah cukup lama berlalu, tapi rasanya masih terus terkenang dalam ingatan saya. Beberapa waktu yang lalu saya menghadiri acara halal bihalal yang diadakan salah satu lembaga zakat infaq di Surabaya.

Tamu yang datang sangat banyak, mungkin karena salah satu pembicaranya ustadz muda gaul yang sering tampil di televisi, ditambah bintang tamu artis sinetron yang cukup terkenal di kalangan ibu-ibu. Acara berjalan seperti umumnya halal bihalal di tempat lain, penuh keakraban dan silaturahmi.

Saya bersyukur tinggal di negara yang mempunyai budaya halal bihalal, karena cukup banyak teman dan sahabat yang sudah setahun lebih tak berjumpa akhirnya tersambung kembali silaturahmi karena acara ini.

Ada satu hal yang sangat menyentuh hati ketika panitia mengumumkan akan dibagikan reward untuk koordinator donatur dan mustahiq (orang yang berhak menerima zakat). Lembaga zakat ini memang sangat tergantung kepada koordinator donatur yang dengan sukarela tanpa pamrih bersedia mengkoordinir sumbangan dari donatur di lingkungan kantor, perumahan, bahkan di atas kapal ferry penyeberangan Surabaya - Madura pun ada.

Bagaimana repotnya mengambil infaq keliling dari satu ruang ke ruang yang lain dalam satu kantor, harus naik turun tangga, belum lagi kalau donatur ternyata belum menyiapkan dananya sehingga besok harus keliling lagi sampai seluruh donasi selesai terjemput.

Untuk yang di perumahan lebih repot lagi, karena jarak yang lumayan jauh tak jarang seorang ibu rumah tangga harus naik sepeda keliling komplek untuk mengumpulkan donasi, sungguh... seandainya bukan karena ingin dicintai Allah pasti tak ada orang yang mau repot-repot melakukan hal ini, karena itu pantaslah jika para koordinator ini mendapat reward.

Lalu siapa koordinator terbaik yang berhak mendapatkannya? ternyata seorang bapak yang setiap bulannya mengkoordinir sumbangan dari 810 orang donatur!!... subhanallah... semoga Allah Yang Maha Memperhitungkan memberi ganjaran pahala yang terbaik atas keikhlasan bapak ini berjuang di jalan Allah.

Selain koordinator, para mustahiq juga tidak ketinggalan mendapat reward. Mereka adalah kaum dhuafa yang tak kenal lelah berjuang menjemput rezeki halal dengan cara yang diridhoi-Nya, meskipun harus menjadi pemulung, tukang sapu jalanan, tukang becak, setidaknya mereka masih punya harga diri untuk tidak menjadi beban bagi saudara-saudaranya dan tidak tergoda untuk mengambil jalan pintas menjemput rezeki dijalan yang dibenci Allah.

Dan ketika reward untuk mustahiq dibagikan, saya hampir tidak dapat menahan genangan air mata karena ternyata penerima reward adalah seorang bapak yang sangat spesial. Dengan tertatih-tatih bapak yang sudah cukup berumur ini berjalan di tengah-tengah hadirin menuju panggung diiringi ratusan pasang mata yang memandang dengan takjub.

Bagaimana tidak, bapak ini berjalan dengan posisi membungkuk seperti sedang rukuk dalam sholat, tapi tahukah anda bahwa dengan segala keterbatasannya beliau adalah perintis sebuah lembaga pendidikan untuk dhuafa mulai jenjang kelompok bermain sampai SMU di sebuah kota kecil di Jawa Timur, dan semua ini beliau rintis dari NOL dimulai dari sebuah TPA (taman pendidikan Al-Quran). Dengan kerja keras tak kenal lelah serta dukungan dari para donatur yang menyalurkan infaqnya ke lembaga zakat inilah akhirnya beliau kini dapat memetik hasilnya.

Sungguh saya malu dengan diri saya sendiri yang belum menghasilkan karya apapun untuk orang lain. Saya masih sibuk berkutat dengan urusan saya sendiri, sibuk menjemput rezeki untuk diri sendiri dan baru sedikit sekali yang bisa saya berikan untuk membantu orangtua.

Ya Allah... berikan hamba kekuatan untuk terus berusaha menjadi hamba yang lebih baik di mata-Mu, agar kehadiran hamba yang dhoif ini bisa memberi manfaat bagi orang-orang di sekitar hamba.

Rabu, 24 September 2008

I'tikaf

Oleh: Dewan Asatidz

I'tikaf dalam pengertian bahasa berarti berdiam diri yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan dalam pengertian syari'ah agama, I'tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr.


Pengajian Ramadhan : I'tikaf

I'tikaf dalam pengertian bahasa berarti berdiam diri yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan dalam pengertian syari'ah agama, I'tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda :

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال :كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعتكف العشر الأواخر من رمضان ، متفق عليه .

" Dari Ibnu Umar ra. ia berkata, Rasulullah saw. biasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan." (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

عن أبي هريرة رضى الله عنه قال كان النبي صلى الله عليه وسلم يعتكف في كل رمضان عشرة أيام فلما كان العام الذي قبض فيه اعتكف عشرين يوما ـ رواه البخاري.

" Dari Abu Hurairah R.A. ia berkata, Rasulullah SAW. biasa beri'tikaf pada tiap bulan Ramadhan sepuluh hari, dan tatkala pada tahun beliau meninggal dunia beliau telah beri'tikaf selama dua puluh hari. (Hadist Riwayat Bukhori).

Sebagian ulama mengatakan bahwa ibadah I'tikaf hanya bisa dilakukan dengan berpuasa.

Tujuan I'tikaf.

1. Dalam rangka menghidupkan sunnah sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam rangka pencapaian ketakwaan hamba.

2. Sebagai salah satu bentuk penghormatan kita dalam meramaikan bulan suci Ramadhan yang penuh berkah dan rahmat dari Allah swt.

3. Menunggu saat-saat yang baik untuk turunnya Lailatul Qadar yang nilainya sama dengan ibadah seribu bulan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam surat 97:3.

4. Membina rasa kesadaran imaniyah kepada Allah dan tawadlu' di hadapan-Nya, sebagai mahluk Allah yang lemah.

Rukun I'tikaf.

I'tikaf dianggap syah apabila dilakukan di masjid dan memenuhi rukun-rukunnya sebagai berikut :

1. Niat. Niat adalah kunci segala amal hamba Allah yang betul-betul mengharap ridla dan pahala dari-Nya.

2. Berdiam di masjid. Maksudnya dengan diiringi dengan tafakkur, dzikir, berdo'a dan lain-lainya.

3. Di dalam masjid. I'tikaf dianggap syah bila dilakukan di dalam masjid, yang biasa digunakan untuk sholat Jum'ah. Berdasarkan hadist Rasulullah saw.

" ولا اعتكاف إلا في مسجد جامع ـ رواه أبو داود.

"Dan tiada I'tikaf kecuali di masjid jami' (H.R. Abu Daud)

4. Islam dan suci serta akil baligh.


Cara ber-I'tikaf.

1. Niat ber-I'tikaf karena Allah. Misalnya dengan mengucapkan : Aku berniat I'tikaf karena Allah ta'ala.

نويت الاعتكاف لله تعالى

2. Berdiam diri di dalam masjid dengan memperbanyak berzikir, tafakkur, membaca do'a, bertasbih dan memperbanyak membaca Al-Qur'an.

3. Diutamakan memulai I'tikaf setelah shalat subuh, sebagaimana hadist Rasulullah saw.

وعنها رضى الله عنها قالت كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا أراد أن يعتكف صلى الفجر ثم دخل معتكفة "ـ متفق عليه .

"Dan dari Aisyah, ia berkata bahwasannya Nabi saw. apabila hendak ber-I'tikaf beliau shalat subuh kenudian masuk ke tempat I'tikaf. (H.R. Bukhori, Muslim)

4. Menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak berguna. Dan disunnahkan memperbanyak membaca:

أللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عنا

Ya Allah sesungguhnya Engkau Pemaaf, maka maafkanlah daku.


Waktu I'tikaf.

1. Menurut mazhab Syafi'i I'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu apa saja, dengan tanpa batasan lamanya seseorang ber-I'tikaf. Begitu seseorang masuk ke dalam masjid dan ia niat I'tikaf maka syahlah I'tikafnya.

2. I'tikaf dapat dilakukan selama satu bulan penuh, atau dua puluh hari. Yang lebih utama adalah selama sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan sebagaimana dijelaskan oleh hadist di atas.


Hal-hal yang membatalkan I'tikaf.

1. Berbuat dosa besar.

2. Bercampur dengan istri.

3. Hilang akal karena gila atau mabuk.

4.Murtad (keluar dari agama).

5. Datang haid atau nifas dan semua yang mendatangkan hadas besar.

6. Keluar dari masjid tanpa ada keperluan yang mendesak atau uzur, karena maksud I'tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dengan tujuan hanya untuk ibadah.

7. Orang yang sakit dan membawa kesulitan dalam melaksanakan I'tiakf.


Hikmah Ber-I'tikaf .

1. Mendidik diri kita lebih taat dan tunduk kepada Allah.

2. Seseorang yang tinggal di masjid mudah untuk memerangi hawa nafsunya, karena masjid adalah tempat beribadah dan membersihkan jiwa.

3. Masjid merupakan madrasah ruhiyah yang sudah barang tentu selama sepuluh hari ataupun lebih hati kita akan terdidik untuk selalu suci dan bersih.

4. Tempat dan saat yang baik untuk menjemput datangnya Lailatul Qadar.

5. I'tikaf adalah salah satu cara untuk meramaikan masjid.

6. Dan ibadah ini adalah salah satu cara untuk menghormati bulan suci Ramadhan.

sumber : pesantrenvirtual.com

untuk Aliya Tersayang

oleh Eko Prasetyo (Sumber : Eramuslim.com)

Aliya adalah gadis cilik berusia tujuh tahun. Kulitnya legam, kurus, dan dekil. Sehari-hari, mengamen di Terminal Jombang. Suatu ketika, dia berkelahi dengan sesama teman pengamennya. Dia dipukul setelah berebut uang dari seorang penumpang. Wajahnya yang lebam membuat iba seorang kawan saya yang kebetulan ada di situ.

Aliya diketahui hidup dengan neneknya. Ternyata, dia yatim piatu. Kawan saya berinisiatif untuk memondokkan dia di sebuah pesantren dekat rumahnya di Jombang. Saya saat itu dikabarkan tentang keberadaan Aliya yang menyedihkan. Kemudian, saya menawarkan kepada sahabat saya itu untuk menjadi kakak asuh Aliya. Saya bersedia menanggung kebutuhan sehari-hari dan pendidikan Aliya di situ. Namun, saya meminta kepada kawan saya tersebut untuk merahasiakan identitas saya sampai saya bisa bertemu langsung dengan Aliya.

Selanjutnya, Aliya menjalani rutinitas barunya sebagai santriwati. Dia senang memiliki kakak asuh meski belum pernah melihat sosok kakaknya tersebut. Kepada kawan saya dan isteri kawan saya itu, Aliya mengatakan ingin bertemu dengan kakak asuhnya yang tidak lain adalah saya.

Kesibukan dan aktivitas saya yang padat di kantor membuat niat saya mengunjungi Aliya selalu gagal. Akhirnya, kawan saya menyampaikan ide untuk bertemu di Sidoarjo saja, di tempat salah seorang familinya. Saya pun sepakat. Akhirnya kami bisa bertemu di Sidoarjo ketika saya libur kerja.

Aliya sebelumnya sengaja tidak diberi tahu bahwa dia akan dipertemukan dengan saya. Dia hanya tahu akan diajak jalan-jalan ke Sidoarjo oleh kawan saya dan isterinya.

Alhamdulillah, saya akhirnya bisa bertemu dengan Aliya. Dia tampak ceria. Beberapa kali, dia memamerkan baju dan jilbab pemberian kakak asuhnya. Dia memang banyak diceritakan tentang kakak asuhnya oleh kawan saya dan isterinya. Saya sangat terharu melihat wajah bocah polos tersebut.

"Apa masku mau ya ketemu aku?" ujar Aliya.

"Lho Mas-mu mesti seneng ketemu kamu. Tapi, apa kamu mau punya mas tukang koran? Kata saya.

"Biarin aja, " sergahnya.

"Kan orangnya baik, " lanjut Aliya.

"Dari mana kamu tahu kalau orangnya baik?" tanya saya.

"Pak ustad (kawan saya) yang cerita, " tuturnya bersemangat.

"Orangnya ganteng nggak ya?" ucapnya penasaran.

Kawan saya dan isterinya hanya tersenyum mendengar itu. Saya bersyukur bisa melihat Aliya. Kepolosan dan keceriaannya membuat semangat kerja serasa bertambah.

"Kapan dong bisa ketemu Masku?" rengek Aliya kepada isteri kawan saya.

"Nanti tho, Nduk (sebutan Nak untuk anak perempuan di Jawa), kamu iso ketemu karo masmu kuwi, " kata isteri sahabat saya tersebut lantas tersenyum menatap saya.

Saya sempat mengajak Aliya dan kawan saya makan di sebuah restoran di Sidoarjo. Aliya sama sekali tidak menaruh curiga bahwa dia sebenarnya telah bertemu dengan kakak angkatnya. Memang, saya hanya diperkenalkan sebagai saudara kawan saya yang sehari-hari mengawasi perkembangan Aliya di pesantrennya.

Seusai pertemuan tersebut, saya mengatakan kepada Aliya bahwa suatu saat kakaknya akan mampir ke Jombang untuk mengunjunginya. "Aku kenal karo masmu, " kata saya di akhir perjumpaan kami sore itu.

Ya, saya menetapi janji saya untuk menemui Aliya di Jombang. Pada saat pertemuan kedua itu, Aliya tidak menyangka bahwa saya adalah kakak asuhnya. Begitu senangnya dia hingga tak sempat berkata selama beberapa saat. Saya menelepon calon isteri saya ketika itu bahwa saya telah bertemu dengan Aliya. Saya menyampaikan bingkisan dari calon isteri saya tersebut kepada Aliya. Aliya menerimanya dengan sangat senang. Mengharukan. Saya tak menyangka bisa sebahagia saat itu. Isteri teman saya sempat meneteskan air mata melihat begitu gembiranya Aliya bisa bertemu kakaknya.

Namun, kebahagiaan itu kini menjadi bagian dari masa lalu. Setelah sempat dirawat inap di rumah sakit setempat karena demam berdarah, Aliya mengembuskan napas terakhir setelah trombositnya sangat rendah. Kawan saya menyesal karena gagal mencarikan darah di PMI setempat. Untuk ke PMI Surabaya, dia akan sangat terlambat mengingat kondisi Aliya yang sangat lemah dan kritis.

Kabar tersebut sampai ketika saya masih harus menyelesaikan mengedit berita sebelum deadline pukul 12 malam. Mata saya tak sengaja basah. Tangan saya bergetar tak mampu menggerakkan mouse dan mengetik. Begitu berat rasanya kehilangan salah seorang tercinta. Innalillahi wa innailaihi raji'uun.

Saya tak lekas pulang saat itu. Setelah suasana redaksi sudah sepi, saya melaksanakan shalat gaib untuk almarmahumah. Badan saya terasa lemas. Saya tak mengira secepat itu kebahagiaan datang dan secepat itu pula kebahagiaan pergi. Tapi, Allah mahatahu. Allah lebih tahu mana yang terbaik untuk hamba-Nya. Hanya, doa yang terpanjat dan terucap saat itu.

(Semoga Ar Rahman mengampuni segala dosa dan memberikan tempat yang layak bagi almarhumah di sisi-Nya)

Berkaca Dari Sang Imam

Oleh Ihan Sunrise (Sumber : eramuslim.com)

Imam Hasan Al-Bashri adalah seorang ulama terkemuka di kota Basrah, Irak. Beliau dikenal sebagai ulama yang berjiwa besar dan mengamalkan apa yang beliau ajarkan. beliau juga ulama yang kharismatik, dekat dengan rakyat kecil dan dicintai oleh rakyat.

Beliau mempunyai seorang tetangga nasrani. Tetangganya itu memiliki kamar kecil untuk kencing diloteng di atas rumahnya. Atap rumah keduanya bersambung menjadi satu. Sehingga air kencing tetangganya itu merembes dan menetes ke kamar Imam Hasan Al-Basri. Namun beliau sabar dan tidak mempermasalahkan hal tersebut. beliau menyuruh isterinya untuk menadahi air kencing tersebut agar tidak mengalir kemana-mana.

Selama dua puluh tahun hal itu berlangsung dan Imam tidak pernah menceritakan hal tersebut kepada siapapun. Beliau ingin benar-benar mengamalkan sabda Rasulullah SAW.
"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tetangganya."
Suatu hari Imam sakit dan tetangga nasraninya menjenguk beliau kerumah. Ia merasa aneh melihat ada air menetes dari kamar sang Imam. Ia pun memperhatikan dengan seksama dan tahulah dia dari mana sumber air tersebut yang ternyata air kencing mereka. Dan yang membuatnya heran mengapa Imam tidak pernah mengatakan hal tersebut kepadanya.

"Imam, sejak kapan Engkau bersabar atas tetesan air kencing kami?" tanyanya.
Imam tidak menjawab karena takut si tetangga merasa tidak enak. Namun...
"Imam, kalau Engkau tidak mengatakan, maka kami akan menjadi tidak enak hati." Desaknya "Sejak duapuluh tahun yang lalu." jawab Imam dengan suara parau.
"kenapa tidak memberi tahu ku?"
"Nabi kami mengajarkan untuk memuliakan tetanggA. beliau bersabda siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tetangganya."
seketika itu si tetangga lansung mengucapkan dua kalimat syahadat. ia dan keluarganya masuk Islam.

Beberapa hari yang lalu ketika masuk ke kamar mandi tidak sengaja melihat ke got, kaget juga melihat tempe dan tahu berserakan di sana, setelah di teliti ternyata tempe dan tahu itu berasal dari tetangga sebelah, yah, got kami memang satu saluran dengan tetangga sebelah. yang terpikir saat itu adalah menutup saluran got tetangga, agar sampah tidak bisa lewat. kejadian serupa terjadi lebih kurang satu tahun yang lalu, ketika rumah sebelah dihuni oleh tetangga yang lama. bukan cuma tempe dan tahu atau sisa makanan saja yang berserakan di got, tapi juga kemasan deterjen, dan sampah-sampah rumah tangga yang kecil lainnya. melihat itu terus-terusan terjadi kami pun mengambil inisiatif, menutup saluran got dengan papan bekas sehingga yang bisa lewat cuma air saja. kami tidak pernah mengatakan langsung karena takut tetangga kami marah. sesekali kami menggerutu dengan kejadian itu.

Lain si tetangga lain lagi tentang orang-orang yang biasa nongkrong di warung sebelah. kalau sedang ramai-ramainya mereka duduk sampai kedepan pintu rumah kami. membuat kami agak jengah juga, kalau mau keluar rumah harus bilang "misi...mas, pak, bang, om..." biar ngga di bilang ngga tahu sopan santun, atau minimal tersenyum lah. yang menjadi persoalan bukan itu sebenarnya, melainkan jejak yang mereka tinggalkan. di rumah kami ada pohon jambu besar yang kalau sehari saja tidak di sapu jangan tanya banyak nya daun yang rontok seperti apa, konon lagi di tambah dengan kulit dan bungkus kacang yang berserakan. belum lagi puntung rokok yang bertebaran di mana-mana, kalau ada angin kencang dan pintu rumah terbuka maka sampah-sampah itu akan denan cepatnya berpindah tempat, masuk kedalam rumah. kadang-kadang kalau penghuni rumah sedang sibuk semua, dengan berat hati sampah itu dibiarkan sampai beberapa hari tak dibersihkan.

Emosi dan suasana hati seseorang sering berubah-ubah, orang-orang sering menyebutnya dengan mood. ada kalanya ketika pikiran sedang kalut, emosi tengah labil, masalah belum selesai yang baik disampaikan orang bisa jadi tidak baik di telinga kita. sering sekali kita tidak bisa menjalankan sunnah-sunnah rasul seperti memperlakukan tetangga dengan baik, apalagi teman dan orang yang tidak kita kenal. secara langsung maupun tidak langsung, sadar atau tidak sering sekali kita menyakiti orang lain, baik secara disengaja maupun tidak. baik itu orang yang kita kenal ataupun yang tidak kita kenal. baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Pernahkah kita berfikir sesering apa kita membuat orang lain sakit hati dan kesal dengan perlakuan kita? seberapa sering kita membuat orang lain berdosa karena kekesalannya kepada kita lantas memaksanya untuk menggerutu bahkan mungkin memaki. hanya karena tulisan kita yang sembrono dan ngawur misalnya, atau karena menelpon bukan pada waktu yang tepat.
pernahkah juga kita berfikir ingin menyenangkan orang lain walau kita tidak pernah mengenalnya? membuatnya merasa terhibur dengan apa yang bisa kita tulis atau sampaikan secara tidak langsung? yang membuatnya lega dengan mengenal kita sebagai teman maya yang jauh dan entah di mana.

Catatan kecil ini hanya sebagai refleksi diri, bahwa sebagian besar kita tidak hanya berinteraksi dengan dunia nyata saja tapi juga dalam dunia maya. semakin sering berinteraksi maka seharusnya semakin seringlah kita merenung, apakah saya sudah memperlakukan tetangga saya dengan baik? teman-teman saya dengan baik? wallahu'alam.

Selasa, 23 September 2008

Mari Meraih "Piala Lalilatul Qadar"

Suara-suara tilawah terdengar sayup, keramaian tarawih di rumah Allah makin menyepi. Padahal itulah tanda kesempatan “pemburu” surga menggapai anugerah


Oleh; Hermanto Harunn *

SEPULUH akhir Ramadan menghamparkan sajadah permadani bagi hamba-bamba yang mamasrahkan raganya dalam puasa. Semester pembebasan diri dari neraka (‘itq min al-nar) seperti yang disabdakan baginda Rasul telah menyambut dengan hangat dan penuuh pesona. Suasana shalat tarawih, tadarusan Al-Quran dan qiyam lail (shalat malam) terasa semakin menyatu dengan ragam aktivitas keseharian, bahkan melebur menjadi sebuah kesatuan yang tak terpisahkan dari gerak raga. Pelbagai aktivitas Ramadan yang terangkum dalam ritual ibadah sepertinya berbaur dalam budaya, dan menjadi ikon tradisi yang tak boleh terlewatkan oleh pendulang pahala dalam ibadah jiwa.

Dua puluh hari pertama Ramadan menapak perjalanannya. Bulan yang penuh ampunan dan keberkahan ini terus mengeja langkahnya menuju puncak sisa-sisa masa. Garis finis hitungan Ramadan telah menjemput hitungan hari-hari akhirnya. Suara-suara tilawah terdengar sayup, keramaian tarawih di rumah Allah semakin menyepi, kecerian sahur semakin redup ditelan detik-detik waktu kepergian Ramadan. Namun bulan yang penuh keistimewaan ini tetap menyisakan kesempatan kepada pemburu surga untuk menggapai pengharagaan puncak di malam anugerah. Bahkan semakin redupnya cahaya purnama, sayembara Ramadan semakin membuka kesempatan bagi pelaku puasa untuk berlomba menggapai pahala “citra”nya.

Sepuluh terakhir Ramadan adalah puncak dari pesta ritual jiwa. Raga dianjurkan berkontemplasi dan jiwa bermeditasi dan i’tikaf atau merajut malam dengan benang-benang zikir, tasbih dan istighfar. Meditasi diri (i’tikaf) dengan menenggelamkan resah asa dalam lautan ibadah untuk menjemput ketenangan jiwa. Ketentraman, ketenangan dan keterarahan jiwa akan menguburkan keakuan yang kadang tanpa sadar bersemayam dalam hati-hati yang pongah. Hati, sebagaimana raga lainnya pada tubuh manusia, jelas tersimbah polusi. Nabi Muhammad saw bersabda: hati itu berkarat seperti berkaratnya besi. Karatan hati adalah polusi yang tidak nyata. Ia terasa tapi tak terlihat. Wujudnya menyesakkan tapi bentuknya abstrak. Hati yang bersimbah polusi tercermin dari gerak raga, raut muka dan ungkapan kata. Polusi itu tampa tubuh tapi memiliki nama seperti hasad, dengki, irihati, buruk sangka dan puncaknya kemunafikan.

Bahkan polusi hati merupakan limbah yang sangat berbahaya. Seperti api dalam sekam, asapnya terus menjulang, mengaburkan pemandangan namun apinya bersembunyi dibalik jerami. Inilah yang pernah diwanti oleh baginda Nabi; sunguh dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, jika daging itu baik maka baiklah seluruh tubunya dan jika daging itu rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya.

Malam puluh akhir Ramadan merupakan terapi dari penyakit yang bersarang dalam jiwa. Terapi itu sangat menjanjikan, bahkan kemujarabannya pasti sangat terasa. Terapi jiwa itu terdapat dalam sebuah anugerah yang bernama lailat al-qadr. Malam yang diarsipkan oleh Al-Quran sebagai malam terbaik dari seribu bulan. Seperti firman Allah swt yang artinya: sesungguhnya Kami talah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemulyaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemulyaan itu?pad amalam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejehteraan sempai terbit fajar. (QS: al-Qadr,1-5).

Kebaikan dan keagungan yang terhimpun dalam lailat al-Qadr tentu tidak bisa dihitung dengan jumlah angka. Seribu bulan merupakan waktu minimal jika harus menghitung-menghitungnya. Tapi Al-Quran mengisyaratkan bahwa malam anugerah itu lebih baik (khaira) dari jumlah 83 tahun. Ungkapan “lebih baik” memiliki makna kebaikan yang tanpa batas, berlipat ganda dan tak mungkin untuk diumpamakan, karena kalimat “lebih baik” mengandung arti ketidak-berbandingan, kemustahilan untuk disandingkan harganya dengan apapun. Ungkapan seribu bulan (83 tahun 4 bulan) hanya sebuah tamsil minimum bagi logika manusia yang selalu terkungkung dalam kerja dengan pahala, yang senantiasa mengharap imbal dari jerih usaha. Intinya, “alfi syahr” hanya sebatas ungkapan untuk menjelaskan kebaikan Tuhan dalam keterbatasan seorang hamba memahami kedalaman bahasa-Nya.

Jika harus disederhanakan, Lailat al-Qadr bermakna malam kemulyaan. Sayyid Qutb dalam tafsirnya Fi Zilal Al-Quran mengartikan lailat al-qadr sebagai al-taqdir wa al-tadbir (penghargaan dan pengaturan), juga al-qimah wa al-maqam (kualitas nilai dan tempat). Menurut dia, kedua makna ini selaras dengan kejadian keagungan alam yang telah dianugerahkan Al-Quran, al-Wahyu dan al-Risalah.

Menurut Sayyid Ahmad al-Musayyar dalam bukunya al-Rasul fi Ramadan, Lailat al-Qadr terjadi dalam dua malam. Pertama, malam ketika Rasulullah saw sedang dalam gua Hira dan bertemu dengan malaikat Jibril yang membawa wahyu pertama, Iqra’. Malam itu hanya terjadi bagi baginda Rasul dan peristiwa bersejarah itu tidak akan terulang lagi kepada umatnya sampai kapanpun. Menurut ahli sejarah, kejadian itu terjadi pada malam kedua puluh tujuh bulan Ramadan pada tahun ke 41 dari kelahiran Nabi saw, bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Masehi.

Kedua, malam ibadah yang telah diperuntukkan oleh Allah kepada kaum muslimin yang ganjarannya melebihi kebaikan ibadah seribu bulan. Malam ini para malaikat turun menyapa semua hamba yang bersujud kahadapan Tuhan. Para malaikat menabur salam ketenangan, kesejukan dan ketenteraman sampai tergelincirnya malam.

Malam yang penuh anugerah bagi segenap hamba itu penuh rahasia. Hal ini agar semua hamba bergegas dan selalu mengintip kehadirannya. Para ulama berbeda pendapat tentang waktu kejadian malam anugerah itu. Sebagian berpendapat bahwa malam itu terjadi pada malam sepuluh terakhir dalam bulan Ramadan. Pendapat ini berargumentasi pada hadits Nabi: taharraw lailat al-qadr fi al witri min al-‘asyri al-awakhiri min Ramadan. “Carilah lailatul qadr pada malam ganjil dari puluh akhir Ramadan.” (HR Bukhari). Ada juga ulama yang berpandangan bahwa malam lailat al-qadr mungkin terjadi dalam setiap malam dalam setahun. Juga ada pendapat yang mengkhususkan lailat al-dadr hanya terjadi di antara malam-malam bulan Ramadan. Perbedaan pendapat tentang tepatnya kejadian malam kemulyaan itu, bahkan menurut Ibn Hajar mencapai 41 pendapat.

Ragam pendapat dan pandangan tentang malam al-qadr itu menjadi keniscayaan mengingat perbedaan interpretasi dari banyaknya argumentasi tentang lailat al-qadr. Namun agaknya yang prioritas dan layak untuk disepakati adalah lailat al-qadr merupakan kejadian yang maha luar biasa bagi alam semesta. Malam yang lebih baik dari seribu bulan ini merupakan klimaks dari pengejewantahan sikap pasrah seoarang hamba dalam mengais ridha penciptanya.

Inilah isyarat dari do’a Nabi yang diajarkan kepada istrinya tercinta ‘Aisyah ra, ketika merindukan malam al-qadr “allahumma innaka ‘affuw karim tihibbu al-‘afwa fa’fu ‘anni” (Ya Allah sesungguhnya Engkau maha pemaaf dan suka mema’afkan, maka maafkanlah aku.”) (HR Ahmad, Ibn Majah, Turmuzi dari Aisyah).

Lailat al-Qadr merupakan malam anugerah tertingi kepada hamba. Malam yang tak tergantikan oleh malam-malam lain selama setahun. Malam anugerah itu diperuntukkan hanya bagi hamba yang berkeinginan menggapainya. Hamba yang tersungkur di bentangan sajadah, berserah dan pasrah. Sujud meletakkan dahinya yang tinggi diposisi yang sejajar dengan ujung kaki. Hamba yang menyahut panggilan salam para malaikat dengan bacaan-bacaan kalam ilahi. Hamba yang mengakui status kehambaannya di hadapan Allah. Hamba yang menghias malamnya dengan penuh keheningan, menguak syahdu gelap malam dengan mekar jemari yang bertakbir, mulut yang bertasbih dan berzikir. Hamba yang mengkomunikasikan lapar dan dahaganya dengan ridha Sang Pemberi rezeki. Hamba yang pandangan mata dan hatinya tertunduk menatap ujung sajadah sebagai tabir jendela surga.

Itulah gapaian lalilat al-qadr yang sudah pasti anugerah bagi pemburunya di tengah syahdunya malam. Sungguh mulya bagi seorang hamba yang telah menggapainya. Semoga kita mendapat piala lailat al qadr atau minimal mendapat undangan untuk menyaksikan malam anugerah itu. Amiin!
Penulis adalah dosen IAIN STS Jambi. Kini sedang menyelesaikan Program Doktoral di University Kebangsaan Malaysia

Senin, 22 September 2008

3 CARA ALLAH SWT MENGAWASI

1 Allah SWT melakukan pengawasan secara langsung.
Tidak tanggung-tanggung, Allah yang menciptakan kita selalu bersama dengan kita dimanapun dan kapanpun saja. Bila kita bertiga, maka Dia yang keempat. Bila kita berlima, maka Dia yang keenam (QS. Al Mujadilah 7). Bahkan Allah SWT teramat dekat dengan kita yaitu lebih dekat dari urat leher kita.
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf 16)

2Allah SWT melakukan pengawasan melalui malaikat.
“ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf 17)
Kedua malaikat ini akan mencatat segala amal perbuatan kita yang baik maupun yang buruk; yang besar maupun yang kecil. Tidak ada yang tertinggal. Catatan tersebut kemudian dibukukan dan diserahkan kepada kita (QS. Al Kahfi 49).

3. Allah SWT melakukan pengawasan melalui diri kita sendiri.
Ketika kelak nanti meninggal maka anggota tubuh kita seperti tangan dan kaki akan menjadi saksi bagi kita. Kita tidak akan memiliki kontrol terhadap anggota tubuh tersebut untuk memberikan kesaksian sebenarnya.
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaasiin 65)

Kesimpulannya, kita hidup tidak akan bisa terlepas dimanapun dan kapanpun saja dari pengawasan Allah SWT. Tidak ada waktu untuk berbuat maksiyat. Tidak ada tempat untuk mengingkari Allah SWT. Yakinlah bahwa perbuatan sekecil apapun akan tercatat dan akan dipertanyakan oleh Allah SWT dihari perhitungan kelak.

Bab Zakat Fitrah

Oleh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
*Hukum Zakat Fitrah*

Zakat fitrah adalah wajib atas setiap muslim dan muslimah. Berdasar hadits
berikut, Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, *"Rasulullah saw. telah
memfardhukan (mewajibkan) zakat fitrah satu sha' tamar atau satu sha' gandum
atas hamba sahaya, orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik
kecil maupun tua dari kalangan kaum Muslimin; dan beliau menyuruh agar
dikeluarkan sebelum masyarakat pergi ke tempat shalat 'Idul
Fitri."*(Muttafaqun 'alaih : Fathul Bari III :367 no:1503, Muslim II:
277 no:279/984
dan 986, Tirmidzi II : 92 dan 93 no: 670 dan 672, 'Aunul Ma'bud V:4-5 no:
1595 dan 1596, Nasa'i V:45, Ibnu Majah I: 584 no:1826 dan dalam Sunan Ibnu
Majah ini tidak terdapat "WA AMARA BIHA…").
*Hikmah Zakat Fitrah*

Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah
sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan
yang kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang
mengeluarkannya sebelum (selesai) shalat 'id, maka itu adalah zakat yang
diterima (oleh Allah); dan siapa saja yang mengeluarkannya sesuai shalat
'id, maka itu adalah shadaqah biasa, (bukan zakat fitrah)." (Hasan :
Shahihul Ibnu Majah no: 1480, Ibnu Majah I: 585 no: 1827 dan 'Aunul Ma'bud
V: 3 no:1594).

*Siapakah Yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah*

Yang wajib mengeluarkan zakat fitrah ialah orang muslim yang merdeka yang
sudah memiliki makanan pokok melebihi kebutuhan dirinya sendiri dan
keluarganya untuk sehari semalam. Di samping itu, ia juga wajib mengeluarkan
zakat fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti
isterinya, anak-anaknya, pembantunya, (dan budaknya), bila mereka itu
muslim.

Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, "Rasulullah saw. pernah memerintah (kita)
agar mengeluarkan zakat untuk anak kecil dan orang dewasa, untuk orang
merdeka dan hamba sahaya dari kalangan orang-orang yang kamu tanggung
kebutuhan pokoknya." (Shahih : Irwa-ul Ghalil no: 835, Daruquthni II:141 no:
12 dan Baihaqi IV: 161).* *

*Besarnya Zakat Fitrah*

Setiap individu wajib mengeluarkan zakat fitrah sebesar setengah sha'
gandum, atau satu sha' kurma, atau satu sha' kismis, atau satu sha' gandum
(jenis lain) atau satu sha' susu kering, atau yang semisal dengan itu yang
termasuk makanan pokok, misalnya beras, jagung dan semisalnya yang termasuk
makanan pokok.

Adapun bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dengan setengah sha' gandum,
didasarkan pada hadits dari 'Urwah bin Zubair r.a., (ia bertutur), "Bahwa
Asma' binti Abu Bakar r.a. biasa mengeluarkan (zakat fitrah) pada masa
Rasulullah saw., untuk keluarganya yaitu orang yang merdeka di antara mereka
dan hamba sahaya ­ dua mud gandum, atau satu sha' kurma kering dengan
menggunakan mud atau sha' yang biasa mereka mengukur dengannya makanan pokok
mereka." (ath-Thahawai II:43 dan lafadz ini baginya).

Adapun bolehnya mengeluarkan zakat fitrah satu sha' selain gandum yang
dimaksud di atas, mengacu kepada hadits dari Abu Sa'id al-Khudri r.a. ia
berkata, "Kami biasa mengeluarkan zakat fitrah satu sha' makanan, atau satu
sha' gandum (jenis lain), atau satu sha' kurma kering, atau satu sha' susu
kering, atau satu sha' kismis. (Muttafaqun 'alaih : Fathul Bari III:371 no:
1506, Muslim II:678 no:985, Tirmizi II: 91 no :668, 'Aunul Ma'bud V:13
no:1601, Nasa'i V:51 dan Ibnu Majah I:585 no:1829).

Dalam Syarah Muslim VII:60 Imam Nawawi menegaskan, "Menurut mayoritas fuqaha
tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan harganya (bukan berupa makanan
pokok)."

Menurut hemat penulis sendiri, pendapat Imam Abu Hanifah r.a. yang
membolehkan mengeluarkan zakat dengan harganya tertolak, karena ayat Qur'an
mengatakan yang artinya, *"Dan Rabbmu tidak pernah lupa." *(Maryam : 64).

Andaikata mengeluarkan zakat fitrah dengan harganya atau uang dibolehkan dan
dianggap mewakili, sudah barang tentu Allah Ta'ala dan Rasul-Nya
menjelaskannya. Oleh karena itu, kita wajib mencukupkan diri dengan zhahir
nash-nash syar'I, tanpa memalingkan (maknanya) dan tanpa pula memaksakan
diri untuk mentakwilkan.

*Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah*

Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, "Rasulullah saw. pernah memerintah (kami)
agar zakat fitrah dikeluarkan sebelum orang-orang berangkat ke tempat shalat
"Idul Fitri". (Takhrij haditsnya lihat pembahasan Hukum Zakat Fitrah,
beberapa halaman sebelumnya).

Bagi yang punya, boleh mengeluarkan zakat fitrah satu atau dua hari sebelum
'Idul Fitri. Sebab ada riwayat dari Nafi', berkata, "Adalah Ibnu Umar r.a.
menyerahkan zakat fitrah kepada orang-orang yang berhak menerimanya; dan
kaum Muslim yang wajib mengeluarkan zakat mengeluarkannya sehari atau dua
hari sebelum 'Idul Fitri." (Shahih : Fathul Bari III:375 no:1511).

Haram menunda pengeluaran zakat fitrah hingga di luar waktunya, tanpa adanya
udzur syar'i. Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw. telah
memfardhukan zakat fitrah (atas kaum Muslimin) sebagai pembersih bagi orang
yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kotor, dan sebagai makanan bagi
orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang mengeluarkannya seusai shalat
'Idul Fitri', maka dari itu termasuk shadaqah biasa." (Nash hadits ini sudah
termaktub dalam pembahasan Hikmah Zakat Fitrah).

*Yang Berhak Menerima Zakat Fitrah*

Zakat Fitrah hanya dialokasikan kepada orang-orang miskin saja. Ini
didasarkan pada Sabda Nabi saw. yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas r.a.,
"Sebagai makanan bagi orang-orang miskin." (Teks Arabnya termuat dalam
pembahasan Hikmah Zakat Fitrah).

*Shadaqah Tathawwu'*

Sangat dianjurkan memperbanyak shadaqah tathawwu', (shadaqah sunnah).
Berdasar firman Allah SWT, *"Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
butir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus
biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui."* (Al-Baqarah:261).

Juga berdasarkan sabda Nabi saw., *"Tidak ada suatu ketika segenap hamba
berada di pagi hari melainkan dua puluh malaikat akan turun lalu salah
seorang di antara keduanya berkata, Ya Allah berilah ganti kepada orang
tersebut berinfak itu, dan yang lain berdo'a (juga), Ya Allah berilah
kerusakan kepada orang yang enggan berinfak itu)."* (Muttafaqun 'alaih :
Fathul Bari III:304 no: 1442 dan Muslim II : 700 : 1010).

Dan orang yang paling utama memperoleh shadaqah ialah keluarganya dan
kerabatnya. Rasulullah saw. menegaskan, *"Sedekah yang diberikan kepada
orang miskin adalah berfungsi sebagai shadaqah, sedang yang diberikan kepada
kerabat (mempunyai) dua fungsi; sebagai shadaqah dan sebagai silaturrahmi
(penyambung hubungan rahim)."* (Shahih : Shahihul Jami'us Shaghir no : 3835
dan Tirmidzi II: 84 no: 653).

Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, *Al-Wajiz Fi
Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz*, atau *Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam
dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, *terj. Ma'ruf Abdul Jalil
(Pustaka As-Sunnah), hlm. 448 ­ 453.

Sumber : klik disini

Tinggal Hanya Status

sumber : http://www.eramuslim.com/atk/bps/8918115800-tinggal-hanya-status.htm

Oleh Mashadi

Wajahnya bersih. Klimis. Bibirnya kemerah-merahan. Pakaiannya selalu trendy
dan nampak 'charming'. Biasanya menggunakan merk terkenal atau barang
branded. Seleranya tinggi. Gaya hidupnya nyaris sempurna. Flamboyan.

Pergaulannya kalangan papan atas. Gaya bicaranya hanya bisa dipahami
kalangan tertentu. Tak suka bergaul dengan orang 'udik'. Konon, tetangganya
meninggal pun, tak berkenan takziyah, karena yang meninggal orang tak
'berkelas'.

Bicaranya memukau siapa saja. Retorika dan pilihan katanya menarik. Menyihir
orang-orang yang ada didekatnya. Mereka sangat ta'jub. Kecerdasannya diakui
banyak kalayak. Ingatannya luar biasanya. Apa saja bisa dibicarakan. Dari
yang ringan sampai yang rumit. Dari soal agama sampai soal politik global.
Semua faham. Posisinya amat menentukan. Banyak orang bergantung kepadanya.
Semua yang diucapkan dan dilakukannya menjadi perhatian. Menjadi perhatian
siapa saja. Anjuran dan arahannya diikuti. Ia menjadi sebuah 'icon' di
lingkungannya, dan
memiliki magnitute yang luar biasa.

Mungkin ia membaca teori-teori kepribadian dari berbagai ahli. Ahli
kepribadian Barat. Kehidupannya menyesuaikan dengan ritme baru. Tak
menggambarkan lagi sebagai orang lama. Orang yang konservatif. Orang yang
tak berubah. Orang yang dalam terminologi lama disebut: 'puritan'.
Bersahaja. Kehidupan lama sudah tidak sesuai lagi. Ia tinggalkan semua yang
berbau lama. Kaidah-kaidah lama tak lagi menguntungkan. Tak lagi dapat
memberi kenyamanan. Kenyamanan kehidupan pribadinya.Karena semua berubah. Ia
harus ikut berubah. Menyesuaikan. Kaidah-kaidah kehidupannya ikut berubah.
Lingkungan pergaulannya menjadi luas. Tak terbatas. Tidak lagi sebatas
orang-orang yang se-jenis. Dalam berbagai hal. Termasuk ideologi. Lebih
luas. Lebih kosmopolitan. Lebih menjangkau seluruh kelompok-kelompok dan
golongan. Tak ada sekat lagi.

Tak lagi suka menggunakan idiom-idiom agama. Karena akan menyusahkan
hidupnya. Agama hanya akan menjadi penghalang cita-citanya. Agama hanya akan
menjadi tembok 'barrier' bagi karirnya. Menggunakan idiom agama adalah
malapetaka. Menggunakan agama dapat di tuduh fundamentalis dan teroris.
Agama harus dibuang jauh-jauh. Agama akan mengacaukan dukungan terhadap
dirinya atau lingkungannya. Agama harus menjadi masa lalu.Tak lagi suka
ceramah di masjid-masjid. Karena tak dapat memberikan 'benefit' apa-apa.
Kecil. Lebih suka bertemu dengan kalangan-kalangan atas. Politisi, birokrat,
atau pengusaha. Di kafe-kafe. Di lobi-lobi hotel berbintang. Nilai lebih
tinggi. Sekali 'deal' sudah dapat digunakan, memuaskan hasratnya yang
obsesif dengan kekuasaan. Kekuasaan sudah menjadi 'ghoyah' tujuan. Kekuasaan
adalah di atas segala-galanya. Tak lagi peduli. Tak peduli dengan kritik.
Semua harus diarahkan dan diajak menjangkau kekuasaan. Betapapun mahal.

Pikiran, tenaga, dan seluruh potensi harus diarahkan menjangkau kekuasaan.
Mimpi-mimpi yang dibangun adalah mimpi kekuasaan. Jangan mimpi yang lain.
Ingatan kolektifnya adalah kekuasaan. Tak boleh yang lain. Seluruh
lingkungan kolektifnya harus mengikutinya. Tak boleh ada yang melakukan
interupsi. Kekuasaan harus segera direngkuh. Berkuasa menjadi keniscayaan.
Ia yakin bisa terwujud. Yakin akan menjadi fakta kenyataan. Betapa
heroiknya. Heroik yang disertai dengan daya khayal yang ambisius.Idiom-idiom
baru terus disampaikan. Sebagian orang tak paham. Sebagian orang menolak.
Sebagian orang menentang. Semua yang tak sepaham, akhirnya luruh dan pergi.
Memang. Agar tujuan dapat diwujudkan, tak perlu ada perbedaan. Apalagi, ada
orang yang menolak dan menentang. Harus homogin. Semuanya harus satu kata
dan satu tujuan. Kekuasaan. Dibenaknya kekuasaan pasti akan memberikan
segalanya. Harapan yang diimpikan, pasti akan terwujud. Tak ada lagi yang
tak dapat diwujudkan. Kemuliaan. Penghormatan. Harta. Semua fasilitas akan
terpenuhi. Kemewahan akan dinikmati.Lalu, orang-orang melihatnya menjadi
tertegun. Seakan melihat sebuah keajaiban. Seakan tak percaya. Seakan
melihat bayangan dalam mimpi. Inilah generasi baru yang membuat banyak orang
menjadi terpana.

Kini. Keterbukaan dan koalisi adalah 'aqidah' baru. Tak lagi berani
menunjukkan identitasnya sebagai muslim. Assalamu'alaikum diganti dengan
pekik 'merdeka!'. Kondisi menuntutnya seperti itu. Tak ada sekat lagi antara
agama dan nasionalisme. Kaum agama dan kaum nasionalis bisa bersama-sama.
Tak ada sekat lagi antara Islam dan Kristen. Tak ada sekat lagi partai yang
berbasis agama dengan partai sekuler. Semua sama. Semua dalam satu cita-cita
nasional. Pengorbanan harus dilakukan.Tak perlu terlalu menampakkan
identitas atau jati diri. Berteman dengan siapapun tidak masalah. Berteman
dengan golongan apapun tidak masalah. Karena rakyat ini tidak homogin. Tidak
mengklaim kelompok yang paling benar dan ideal. Dan, tak aneh kalau
kadang-kadang mengikuti selera rakyat. Rakyat suka yang 'dilarang' agama,
harus diikuti selera mereka. Rakyat suka berjoget. Rakyat harus dipuaskan.
Asal semua mendukung dan memilihnya. Kekuasaan harus direngkuh dengan cara
apapun. Tak peduli. Melanggar atau tidak. Bukan lagi perdebatan pokok. Agama
tak lagi menjadi penentu 'mizan' dalam beramal.

Kini. Semua yang melihatnya tertegun. Bagaikan tak percaya. Harapan yang
dibawa pupus. Berharap akan ada alternatif. Berharap solusi masa depan
mereka. Berharap akan lebih baik. Belum lagi genap sepuluh tahun harapan itu
memudar. Hampa. Tak ada kebanggaan yang padu. Tak ada kepercayaan yang
tersisa. Setiap orang semua menunduk malu. Seakan melihat semua tontonan
yang tak pantas ditonton. Pertunjukkan di panggung yang 'absurd'. Satu-satu
penonton meninggalkan panggung. Tak tertarik lagi dengan ajakan sang
'aktor'. Karena para pengunjung malu dan merasa jijik.

Memang. Masih berstatus sebagai muslim. Masih melaksanakan shalat. Masih
berpuasa. Mungkin juga sering ke Timur Tengah, dan pergi umroh. Tapi, tak
lagi berani menyatakan diri sebagai muslim. Tak percaya lagi. Tak yakin
lagi. Tak merasa perlu berjuang bersama Islam. Islam sudah masa lalu.
Realitas hari ini tak mendukung bagi kepentingan dan kebutuhan yang
diinginkan. Komunitas ini harus menjadi besar dan kuat. Kalau mau menjadi
besar dan kuat, tak harus mengandalkan kepada Islam. Inilah logika
orang-orang yang sudah terobsesi dengan kekuasaan. Agama Islam is 'nothing'.

Tapi, dalam sejarah ada orang-orang yang memberikan kebanggan, yang tak ada
habis-habisnya. Namanya, terus menjadi diingat, tak putus-putus oleh waktu.
Hasan al-Banna mati ditembak. Sayyid Qutub mati ditiang gantungan. Ali Audah
mati ditiang gantungan. Syeikh Ahmad Yasin mati oleh rudal Israel. Mereka
semuanya tetap berpegang dengan keyakinan dan keimanannya.

Mereka tak pernah berubah oleh waktu dan keadaan. Padahal, mereka semua
mempunyai kesempatan mereguk kenikmatan dunia. Kesempatan mendapatkan segala
yang menjadi ambisi manusia. Tapi, semua yang nisbi itu, dilupakannya.

Coba renungkan yang disampaikan oleh Allah Azza Wa Jalla di bawah ini:
"Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah
(al-Qur'an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan
itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya
syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan
mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk". (al-Qur'an: 43: 36-37).

Jumat, 19 September 2008

Menolak Kebenaran Awal Bencana dan Kekalahan

“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan kepada orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy). Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak di sembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik).” (Qs. Thaahaa, 20: 1-8)



TANGGUNG JAWAB risalah dakwah yang di-bebankan Allah Swt ke-pada Kaum Muslim, sebagaimana diamanah-kan kepada Rasulullah Saw, tentunya tidak akan terasa berat manakala Kaum Muslim mau mene-lusuri sejarah panjang kehidupan Rasulullah Saw dan para sahabatnya, se-perti di paparkan dalam Al-Qur'anul Karim.

Ketika Umar ibn Khattab mencapai puncak kemarahannya kepada Rasulullah Saw dan Kaum Muslim, termasuk di antaranya adalah adik perempuannya sendiri, ia bergegas dengan pedang terhunus ditangan men-cari Rasulullah Saw, yang ia anggap mengganggu dan membuat masyarakat Makkah terpecah-belah. Yang tadinya tidak seorang pun berani mengatakan bahwa tradisi Jahiliah ada-lah tradisi terkutuk, tapi se-telah kedatangan Rasulul-lah Saw, suasana yang di-anggap telah tenang, da-mai, dan mapan selama ini, tiba-tiba diubah menjadi sesuatu yang membuat me-reka gempar. Bahkan mem-buat gigi graham mereka gemeretuk menahan ama-rah.

Api amarah yang di-usung oleh Umar dan orang-orang Quraish ha-nya akan padam bila di-bayar oleh melayangnya nyawa Muhammad. Begi-tulah gelora kebencian mereka kepada nabi yang dianggap sebagai biang segala kekacauan. Padahal mereka mengetahui bah-wa Muhammad adalah orang yang jujur. Tidak ada seorang dari bangsa Arab, bahkan dunia sekali-pun yang mendapat gelar Al-Amin, kecuali Muham-mad Rasulullah Saw. Hal ini membuktikan bahwa ternyata gelar dan pujian-pujian yang diberikan oleh Kaum Jahiliah tersebut tidak ada artinya, karena mereka mengingkari peng-hargaan yang mereka sematkan sendiri.

Tradisi-tradisi Jahi-liah yang selama ini me-reka jalankan dengan te-nang, tanpa ada koreksi dan teguran, ternyata di-babat habis oleh keda-tangan Muhammad yang mereka kenal paling jujur di muka bumi, paling halus dan lembut pekerti-nya, serta paling santun terhadap siapa saja. Bagi Umar, orang yang me-nyandang sekian banyak titel kemuliaan itu ternyata seorang pembawa bencana dan gangguan bagi me-reka. Umar merasa tak pantas berdiam diri saja, ia pun bersumpah untuk membunuh Rasulullah Saw.

Tetapi dengan takdir Allah Swt, gejolak dan kemarahan Umar dialih-kan dan disalurkan. Per-tama-tama, dengan api ke-marahan di ubun-ubun ia menuju rumah adik pe-rempuannya yang kala itu sedang belajar al-Qur'an.

Dari luar rumah ia mendengar ada suara, yang diantaranya adalah bacaan dari permulaan surat Thaahaa. Kema-rahannya ia lampiaskan dengan menempeleng adiknya dan membantik adik iparnya, hingga wajahnya lebam-lebam. Tetapi kemarahan Umar itu serta-merta reda karena kesadarannya tergugah ketika ia membaca sendiri catatan kecil yang berisi-kan beberapa ayat dari surat Thaahaa, yang ia rebut dari adiknya.

Apa sesungguhnya yang terjadi pada sosok Umar yang awalnya begitu anti Islam, berubah total menjadi pembela Islam, menjadi kekayaan Islam yang tiada tandingannya sampai hari kiamat?

Setelah di buka oleh ayat pertama, pada ayat kedua Allah menyatakan, “Wahai laki-laki (Muham-mad), Kami turunkan ke-padamu al-Qur'an bukan untuk membuat kamu celaka hidup di dunia”. Ayat ini menjadi bantahan Allah terhadap kaum Quraish yang berkeyakin-an bahwa Muhammad adalah manusia paling ce-laka, karena dia membawa al-Qur'an.

Melalui ayat ini Allah meyakinkan Nabi Saw, bahwa beliau dipilih dan diutus oleh Allah bukan untuk dicelakakan dan bukan pula untuk mene-rima musibah, sebagai-mana anggapan orang-orang Quraish dan Umar yang hendak membunuh beliau. Tetapi ada tujuan mulia, yaitu sebagaimana dinyatakan pada ayat ke-tiga, “Melainkan al-Qur'an ini diturunkan ke-pada kamu Muhammad supaya kamu menyam-paikan per-ingatan kepada orang yang masih punya takut kepada Allah”.
Ayat di atas berisi pe-negasan Allah yang sangat jelas, bahwa orang yang bisa diajak untuk meng-ikuti ajaran Islam hanya-lah orang-orang yang masih punya takut kepada Allah. Se-lebihnya tidak a-kan bisa.

Tanpa Paksaan

Mengajak se-mua manusia agar berkenan meng-ikuti jejak Rasulul-lah Saw adalah harapan yang mu-lia, tetapi Allah memperi- ngatkan bahwa hal itu ada-lah suatu yang mustahil. Yang bisa diajak hanya-lah orang-orang yang dalam hati-nya masih ada rasa takut kepada Allah. Dengan demikian, hati Nabi Saw menjadi lega karena tidak ada target point men-jadikan semua manusia memeluk Islam. Allah ti-dak menuntut Nabi Saw mengislamkan semua orang, karena hal itu bukan kewajiban beliau. Beliau hanyalah penyeru, bukan penentu Islam atau tidak-nya seseorang.

Adapun orang-orang yang tidak punya rasa ta-kut kepada Allah menjadi urusan-Nya. Dengan be-gitu Rasulullah Saw bisa mengangkat muka dalam menyampaikan dakwah Islam.

Tidak adanya tang-gung jawab kewajiban mengislamkan semua o-rang bagi Rasulullah Saw, juga berlaku bagi Kaum Muslim sekarang. Dengan demikian, Umat Islam tidak diperkenankan me-maksa orang untuk harus beragama Islam dan tun-duk kepada Allah.

Pemaksaan agar se-mua orang memeluk Islam tidak parlu dilakukan me-ngingat kekuasaan Allah yang begitu tinggi. Hal ini yang ditegaskan pada ayat yang keempat, “Dan Qur'an ini Muhammad, di-turunkan dari Tuhan yang menciptakan bumi dan yang menciptakan langit yang tinggi”. Islam atau tidaknya sese-orang, tidak ber-pengaruh terha-dap kekuasaan Allah.

Hal lain yang tersurat pada ayat keempat ini adalah Allah meyakinkan manusia bahwa al-Qur'an bukanlah buatan Muham-mad, bukan pula buatan jin, dukun, apalagi para pe-nyair. Tapi Allah lah yang men-ciptakan langit dan bumi. Ini jaminan Allah kepada Nabi Saw supaya beliau tidak ragu dan bimbang karena perlawanan manusia.

Adanya pene-gaskan jaminan dari Allah menim-bulkan keyakinan kuat pada diri Rasulullah Saw bahwa beliau tak akan mungkin mampu dikalah-kan oleh manusia. Karena manusia tidak mungkin dapat mengalahkan pen-cipta langit dan bumi. Itu berarti pula bahwa manu-sia juga tidak akan mung-kin mengalahkan al-Qur'an. Inilah cermin ter-besar bagi kaum Muslim, bahwa ketika mereka kon-sisten membawa al-Qur-'an, maka tidak akan ada seorang pun yang mampu mengalahkan mereka.
Jaminan uni-versal bagi kaum Muslim, ketika me-reka menyam-paikan al-Qur'an yang sebenarnya, adalah mereka ti-dak akan bisa ber-buat neko-neko (macam-macam). Konsekuensinya, manusia hanya a-kan menjalankan yang diperintahkan oleh Allah Swt. Dan dakwah yang ia sampaikan ada-lah dakwah jujur tanpa ada yang di-sembunyikan, dan tanpa ada yang di-takuti kecuali Allah Swt.

Urgensi rasa takut yang harus dimiliki oleh Kaum Muslim adalah lahirnya kewajiban me-nyampaikan adanya siksa neraka. Allah memberi-kan keyakinan, “liman yakhsya”, hanya orang takutlah yang kamu ajak. Sedangkan orang yang tidak mempunyai rasa ta-kut tidak akan mungkin terketuk hatinya. Oleh ka-rena itu, menyampaikan kepada setiap orang ten-tang neraka dan siksanya, wajib hukumnya. Karena hal itulah yang menjadi titik pangkal untuk mem-bersihkan hati manusia. Ketakutan akan siksa ne-raka dan alam akhirat akan melahirkan kebersihan jiwa.

Namun kenyataan-nya, cerita-cerita tentang pedihnya siksa neraka cenderung disembunyi-kan oleh sebagian besar juru dakwah dengan ala-san takut ditolak oleh masyarakat, dengan alasan tidak akan disukai oleh masyarakat. Padahal, me-mang pada dasarnya tidak ada orang yang suka men-dengarkan hal-hal ngeri apalagi disiksa. Jangankan siksa akhirat, cerita ten-tang penjara di dunia saja, lengkap dengan penyik-saan, pemukulan dan lain sebagainya, sudah cukup membuat bergidik. Itulah watak manusia, apa yang tidak enak me-mang tidak akan disukai.
Tetapi jangan karena hal itu, ancaman neraka menjadi disembu-nyikan, sebab ke-tika dia sadar bah-wa azab itu tidak enak, maka hal itu-lah yang menjadi titik tonggak mun-culnya rasa takut kepada Allah.

Rasa takut ini-lah yang telah men-dera batin Umar. Ia tersentuh ayat, bahwa orang yang bisa memahami al-Qur'an adalah o-rang yang takut kepada Allah. Ma-ka ketika rasa takutnya ke-pada Allah telah muncul, saat itulah ia melupakan kemarahan dan kejeng-kelannya. Kesadaran yang datang tiba-tiba itulah yang menyebabkan ia spontan bertanya kepada adiknya, “Dimana Muhammad sekarang?”. Adiknya balik bertanya, “Untuk apa kamu ber-tanya demikian?, kalau kamu ingin membunuh dia, sebagaimana kamu menganiaya aku, maka lebih kamu bunuh aku daripada kamu menemui Muhammad”.

Mentalitas yang di-tunjukkan oleh adik pe-rempuan Umar adalah mentalitas hasil gemble-ngan al-Qur'an. Lantaran rasa takut yang ia miliki kepada Allah, maka ia me-rasa lebih baik dirinya yang menjadi korban daripada harus mengorbankan utu-san Allah.

Inilah contoh sejarah cemerlang yang akan terus diangkat dengan rasa bang-ga sepanjang zaman. Bah-wa rasa takut kepada Allah akan memunculkan ke-cintaan kepada-Nya dan kitab suci-Nya, melahirkan pembelaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Sebagai-mana dia rela menerima tanggung jawab dari Allah untuk menyampaikan al-Qur'an itu.

Mendengar pekataan adiknya, Umar menyang-gah, “Tidak, aku tidak akan memusuhinya lagi”. Sehingga adiknya pun memberi tahu, “Dia se-dang berada di rumahnya Arqam”.

Begitulah, ketakutan kepada Allah akan mem-bangun keimanan yang te-guh. Sebaliknya, seseorang yang hatinya nihil dari rasa takut, tidak akan bisa diharapkan untuk mem-bangun keimanan, apalagi kemauan untuk membela agama Allah.

Hanyalah orang-o-rang yang sadar akan perlunya bekal untuk hari esok yang akan mau mem-perjuangkan agama Allah, memperjuangkan Syari'at Allah di tengah-tengah masyarakat yang meng-anggap bahwa al-Qur'an adalah pembawa mala-petaka, sebagaimana ang-gapan orang-orang Qu-raish.
Jadi, kalau masya-rakat Islam menganggap bahwa al-Qur'an hanyalah pembawa perpecahan, ma-ka orang itu pada hakikat-nya telah berkhianat ke-pada Islam. Karena Allah telah menyatakan bahwa al-Qur'an ini datang bukan untuk membuat manusia celaka dan saling ber-musuhan.

Namun kenyataan inilah yang dewasa ini se-ring menjadi tontonan. Orang-orang yang menga-ku Islam, dengan bangga mengatakan, “Kami ber-musuhan sebagai hasil bacaan kami terhadap al Qur'an”. Inilah manusia-manusia yang celaka.

Inilah yang harus di-jaga oleh Kaum Muslim, jangan sampai terjadi per-pecahan dengan alasan sama-sama menjalankan al-Qur'an. Bila hal ini ter-jadi, berarti tuduhan o-rang-orang kafir Quraish benar adanya. Tapi ben-dera yang harus dikibar-kan oleh Kaum Muslim adalah bendera yang dibawa oleh Rasulullah Saw, “wamaa arsalnaaka illa rahmatan lil 'alamiin”.

Melalui keterangan di atas, diharapkan Kaum Muslim mampu meng-hayati tantangan dari ma-syarakat musyrik tentang al-Qur'an, serta bagaimana jawaban yang diberikan Allah kepada Nabi Mu-hammad Saw, tentang hakekat al-Qur'an ini. Setelah jelas bahwa al-Qur'an bukan untuk men-ciptakan kesengsaraan, dan tahu bahwa al-Qur'an hanya bisa diterima oleh orang-orang yang takut kepada Allah, ma-ka marilah segenap Kaum Muslim bersama-sama un-tuk mengikuti jejak Ra-sulullah dan para sahabat.

Aplikasi dari ke-sada-ran itu adalah kesediaan menyampaikan al-Qur'an secara terbuka, tidak perlu sembunyi-sembunyi, tidak perlu berbisik-bisik, tidak perlu hanya kepada kelom-poknya saja. Tetapi harus ada langkah spektakuler dengan menyampaikan al-Qur'an kepasar-pasar, ke-pada orang-orang kaya, ke rumah para pejabat, ke ru-mah orang-orang ber-kuasa, karena mereka itu-lah sasaran dakwah.

Bukan zamannya lagi main bisik-bisikan. Bukan-kah al-Qur'an diturunkan Allah bukan untuk dijadi-kan bahan bisikan, tetapi untuk disampaikan secara terbuka kepada siapa saja. Bukankah dalam menyam-paikan al-Qur'an yang dibutuhkan adalah percaya diri, bukan rasa minder. Dan bukankah menyam-paikan Islam tidak hanya dibatasi pada ruang masjid semata, atau dimushalla saja. Bila yang menjadi objek dakwah mempunyai rasa takut kepada Allah, maka do'a yang pantas terlontar adalah semoga mereka menjadi orang yang beriman. Amin

Terpikat Suara Azan, Tatiana Pilih Islam

Gadis Slowakia ini terbuka hatinya selepas mendengar suara azan saat berkunjung ke Kairo, Mesir. “Tak berapa lama saya pun bersyahadah,” ujarnya

Hidayatullah.com--Gadis asal Slowakia itu terbuka hatinya kepada Islam selepas mendengar suara azan kala berkunjung ke Kairo, Mesir. “Ketika mendengar suara azan, jujur saja, saya merasakan getaran-getaran aneh dalam hati. Ketika itu saya seakan terhipnotis dan tak mendengar suara lain kecuali suara yang berkumandang melalui menara mesjid itu,” akunya. Sekembalinya ke Slowakia dia memperdalam Islam dengan dibantu Muslimah di sana . Bahkan internet juga sangat membantunya dalam mengenal Islam. Alhasil, dia pun memeluk Islam dan kini menjalani hari-hari yang dikatakannya sebagai begitu indah dan nikmat terasa. Itulah Tatiana Fatimah, yang kami rangkum dari beberapa situs.

***

“Sejuta kata-kata tak cukup untuk mengekspresikan bagaimana kecintaan saya kepada Allah. Inilah yang saya rasakan saat ini. Islam ibarat darah yang mengalir di sekujur tubuh hingga ke ujung jari saya. Ketika bercakap-cakap dengan Allah di dalam shalat, sangat indah,” kata Tatiana.

“Saya berterima kasih kepada Allah SWT atas hadiah yang sangat berharga ini, yakni menjadikan saya sebagai seorang Muslim. Sepanjang hidup kini hanya untuk memuji dan mensyukuri nikmat-Nya,” kata dia lagi.

Suka traveling

Sebelum seperti sekarang, perjalanan Tatiana menuju Islam cukup sederhana dan tidak melewati jalan yang rumit. Kadang dia mengaku sering tersenyum sendiri jika ingat perkenalan pertamanya dengan Islam. “Traveling adalah kesukaan saya. Kami sering bepergian sekeluarga dengan berkunjung ke berbagai negara. Negara-negara Muslim telah banyak pula jadi tempat liburan kami,“ akunya.

“Mesir merupakan negara terakhir yang pernah kami kunjungi. Budaya dan segala rupa keunikan masyarakatnya sangat berkesan di hati,“ kenangnya. Di sana pula pertama kali Tatiana bersentuhan secara dekat dengan mesjid. Namun waktu ke sana dia belum sempat masuk ke dalamnya. “Waktu itu saya mengira, karena bukan Muslim, dilarang masuk ke dalam mesjid,“ katanya.

“Tapi jujur saya katakan, ketika mendengar suara azan, saya merasakan getaran-getaran aneh dalam hati,“ aku dia. Ketika itu Tatiana seakan terhipnotis dan tak mendengar suara lain kecuali suara yang berkumandang melalui menara mesjid. Dia benar-benar terpikat dengan suara azan. “Yang lebih berkesan lagi adalah tatkala melihat orang-orang yang berkumpul di dalam mesjid, penuh dengan kesan kesatuan dan kasih sayang dikala mendirikan shalat. Hal itu hingga kini masih sangat berbekas dalam ingatan saya,“ katanya lagi.

Tertarik bahasa Arab

“Oya saat itu saya tidak banyak tahu tentang Islam. Sama sekali nol. Berbanding terbalik dengan apa yang telah saya ketahui hari ini,“ kata dia. Tatiana masih ingat, waktu ketika kembali dari Kairo, dia sangat tertarik sekali belajar bahasa Arab. “Secara tiba-tiba bahasa Arab menjadi salah satu bahasa yang paling indah di dunia,“ tukasnya. Sayangnya di kota tempat Tatiana tinggal tidak ada kursus yang menyelenggarakan bahasa Arab. Kala itu cuma ada bahasa Inggris dan Jerman.

Pernah pihak sekolah berencana membuka kelas bahasa Arab. Tapi dibatalkan. “Waktu itu mau masuk puasa Ramadhan. Rupanya sang guru yang berasal dari Arab, mau pulang liburan ke kampung halamannya. Makanya dibatalkan. Tentu saja saya kecewa berat,“ sambung Tatiana.

Beberapa lama dia vakum dari mempelajari bahasa Arab. Namun dia mengaku memang sangat “haus” untuk mempelajari Islam dan bahasa Arab secara lebih mendalam. “Tak lama saya mulai belajar Islam lagi, secara perlahan. Mulai dari awal sekali. Belajar melalui internet. Berbagai website tentang Islam saya telusuri. Begitu juga semua chanel di TV yang menyajikan acara tentang Islam dan Muslim tak pernah saya lewati,” tuturnya. Dia juga ikut sebuah forum khusus untuk wanita via internet. Ya melalui internet Tatiana banyak belajar Islam.

Ikut kelas Al-Quran

Ada juga beberapa warga Muslim Slowakia yang membantunya dalam memahami Islam. Pernah satu ketika seorang Muslimah asal Kosice memberitahukan akan ada kelas bahasa Arab dan Alquran. Kosice merupakan sebuah region di Slowakia yang memiliki luas wilayah 6.753 km² dan populasi penduduk 766.012 jiwa. “Muslimah itu cukup saya kenal wajahnya sebab sering tampil di acara talk show menceritakan tentang Islam dan Muslim,” kenangnya.

“Saya tentu saja tak menyia-nyiakan kesempatan itu dan segera mengirim email kepadanya memberitahukan keikutsertaan saya. Kami ketemu sepekan kemudian. Bukan main. Orangnya sangat ramah dan santun sekali. Wajahnya memancarkan kedamaian,” aku Tatiana lagi.

Satu sifat Tatiana, yakni dia selalu berprasangka baik terhadap orang lain. Jadi tak sulit baginya untuk belajar sesuatu yang baru. Tak ada rasa takut tentang die\sebut teroris, misalnya. “Saya belajar dari siapa saja. Saya hadir bersama rekan Muslimah tersebut ke kelas bahasa Arab. Tak berapa lama saya punya banyak kenalan baru. Saya hadir secara rutin dan sangat menikmati kelas Alquran,” katanya. Ketika itu dia belum masuk Islam lagi, namun tak menghalanginya untuk belajar Quran. Semua yang ada di kelas sangat respek dan membantu setiap kesulitan yang dihadapinya.

Selepas beberapa bulan kemudian kelas bahasa Arab berakhir. Tapi keakraban di antara mereka telah terjalin begitu kental. “Kami sering bertemu. Bahkan sering kami diskusi berjam-jam lamanya. Bagi saya hal itu sangat membantu untuk mengenal kehidupan Islam lebih dalam,” imbuh dia.

Waktu itu Tatiana masih ragu-ragu, antara masuk Islam dan tidak. “Saya masih menghadapi dilema soal itu. Tapi batin saya mengatakan itu bukan hal krusial. Yang paling penting sekarang adalah belajar mengenal dan mencintai Tuhan (Allah).

Saya bertanya kepada kawan-kawan Muslimah lainnya, kapan waktu yang tepat (untuk masuk Islam). Mereka secara diplomatis menjawab bahwa tanda itu nanti akan datang dengan sendirinya. Mereka menyebutnya dengan hidayah Allah.”

Keluarga Tatiana berlatar belakang Kristen Katolik. Namun dia mengaku tak ada seorang pun yang membimbingnya belajar agama. Praktis sejak kecil dia tak menganut agama apapun. “Ibu memberikan kebebasan bagi saya untuk memilih keyakinan. Dia tak memaksa. Semua terserah saya. Keluarga saya bahkan tak pernah pergi ke gereja,” katanya berterus terang Namun Tatiana mengaku, di antara anggota keluarga yang lain dialah yang lebih “alim”. “Saya merasa Tuhan itu ada dan dekat sekali.”

Waktu berlalu dan semuanya berjalan biasa saja, tak ada kejutan yang berarti. Saban hari Tatiana berdoa supaya Tuhan beri petunjuk kepadanya untuk jadi seorang Muslim.

Debar aneh

Pas musim panas Tatiana menghabiskan waktu liburannya di rumah nenek. Selepas liburan dan kembali ke rumah dia merasakan sesuatu yang lain dalam hati. Sesuatu yang amat “spesial“ itu hadir secara tiba-tiba. Spontan Tatiana teringat dengan kata-kata teman Muslimahnya:”Satu saat kamu akan dapatkan petunjuk dari-Nya.“

“Entah mengapa saya persis seorang anak kecil yang baru mendapatkan sesuatu. Mendadak saya merasakan gairah yang hebat untuk segera menjadi seorang Muslim. Tuhan serasa membimbing saya,” aku dia. Tatiana benar-benar ingin segera dekat dengan Yang Kuasa.

Dia percaya kebenaran telah datang. Allah telah kirimkan kepadanya. Tekad Tatiana sudah bulat. Dia tidak ragu-ragu lagi untuk memeluk Islam. “Saya yakin pilihan saya benar adanya. Jika Anda tanya kenapa, saya tak mampu menjawabnya. Tapi saya yakin dengan sinyal ini,” tukas Tatiana.

Bersyahadah

Tatiana memberitahukan rekan Muslimah yang pertama kali membimbingnya. “Tak berapa lama saya pun bersyahadah. Rekan-rekan memeluk saya dengan penuh kasih sayang. Saya merasa seperti “orang baru” di dunia ini. Seperti dilahirkan kembali. Menurut Alquran semua dosa-dosa masa lalu dihapuskan. Bak kain putih, tak ada noda lagi. Saya sudah siap untuk menjalani kehidupan baru ini,” kenangnya.

Pada awal keislaman, dia semakin banyak bertanya terutama hal-hal yang prinsipil dalam Islam. “Saya ingin tahu apa saja, dari nol. Jujur saja, keinginan untuk belajar sangat menggelegak ketika itu. Islam benar-benar telah “membangunkan” kehidupan baru bagi saya. Saya inginnya mendapat semua informasi, dari hukum-hukum hingga sejarah Islam dan bermaksud meneruskannya ke koleganya yang lain,” kata dia penuh obsesi.

“Contekan” shalat

“Oya usaha pertama saya untuk shalat sangat amatiran sekali. Tapi semuanya benar-benar keluar dari hati, bukan paksaan,” kenang dia. Ketika baru pertamakali belajar, dia menulis semua tatacara shalat di secarik kertas. Begitu juga dengan ayat Alquran, ditulisnya di secarik kertas. Jadi dia membaca “contekan“ di kertas tersebut sembari shalat. Bukan main. “Tahu tidak, sekitar tiga minggu kemudian saya sudah bisa mengerjakan shalat tanpa bantuan kertas itu lagi,” ujarnya senang.

“Saya selalu berdoa kepada Allah agar dimudahkan dalam belajar Islam,” tukasnya. “Islam agama yang sangat indah, “ kata dia lagi.

Di akhir penuturannya, dia berharap dapat terus dekat dengan Allah dan melakukan segala hal semata-mata karena perintah-Nya. “Menghindari larangannya, lalu memperlihatkan dan memberi contoh budi pekerti yang baik kepada orang lain. Hanya dengan cara itu kita bisa tunjukkan Islam yang sebenarnya,” tutupnya. [Zulkarnain Jalil/www.hidayatullah.com]

Kamis, 18 September 2008

Mengenalkan Allah Kepada Anak

sumber : hidayatullah.com
Rasulullah saw. pernah mengingatkan, untuk mengawali bayi-bayi kita dengan kalimat laa ilaaha illaLlah." Kalimat suci inilah yang kelak akan membekas pada otak dan hati mereka

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

Kalau anak-anak itu kelak tak menjadikan Tuhannya sebagai tempat meminta dan memohon pertolongan, barangkali kitalah penyebab utamanya. Kitalah yang menjadikan hati anak-anak itu tak dekat dengan Tuhannya. Bukan karena kita tak pernah mengenalkan –meskipun barangkali ada yang demikian—tetapi karena keliru dalam memperkenalkan Tuhan kepada anak. Kerapkali, anak-anak lebih sering mendengar asma Allah dalam suasana menakutkan.

Mereka mengenal Allah dengan sifat-sifat jalaliyah-Nya, sementara sifat jamaliyah-Nya hampir-hampir tak mereka ketahui kecuali namanya saja. Mereka mendengar asma Allah ketika orangtua hendak menghukumnya. Sedangkan saat gembira, yang mereka ketahui adalah boneka barbie. Maka tak salah kalau kemudian mereka menyebut nama Allah hanya di saat terjadi musibah yang mengguncang atau saat kematian datang menghampiri orang-orang tersayang.

Astaghfirullahal ‘adziim…

Anak-anak kita sering mendengar nama Allah ketika mereka sedang melakukan kesalahan, atau saat kita membelalakkan mata untuk mengeluarkan ancaman. Ketika mereka berbuat "keliru" –meski terkadang kekeliruan itu sebenarnya ada pada kita—asma Allah terdengar keras di telinga mereka oleh teriakan kita, "Ayo…. Nggak boleh! Dosa!!! Allah nggak suka sama orang yang sering berbuat dosa."

Atau, saat mereka tak sanggup menghabiskan nasi yang memang terlalu banyak untuk ukuran mereka, kita berteriak, "E… nggak boleh begitu. Harus dihabiskan. Kalau nggak dihabiskan, namanya muba…? Muba…? Mubazir!!! Mubazir itu temannya setan. Nanti Allah murka, lho."

Setiap saat nama Allah yang mereka dengar lebih banyak dalam suasana negatif; suasana yang membuat manusia justru cenderung ingin lari. Padahal kita diperintahkan untuk mendakwahkan agama ini, termasuk kepada anak kita, dengan cara "mudahkanlah dan jangan dipersulit, gembirakanlah dan jangan membuat mereka lari". Anak tidak merasa dekat dengan Tuhannya jika kesan yang ia rasakan tidak menggembirakan. Sama seperti penggunaan kendaraan bermotor yang cenderung menghindari polisi, bahkan di saat membutuhkan pertolongan. Mereka "menjauh" karena telanjur memiliki kesan negatif yang tidak menyenangkan. Jika ada pemicu yang cukup, kesan negatif itu dapat menjadi benih-benih penentangan kepada agama; Allah dan rasul-Nya. Na’udzubillahi min dzalik.

Rasanya, telah cukup pelajaran yang terbentang di hadapan mata kita. Anak-anak yang dulu paling keras mengumandangkan adzan, sekarang sudah ada yang menjadi penentang perintah Tuhan. Anak-anak yang dulu segera berlari menuju tempat wudhu begitu mendengar suara batuk bapaknya di saat maghrib, sekarang di antara mereka ada yang berlari meninggalkan agama. Mereka mengganti keyakinannya pada agama dengan kepercayaan yang kuat pada pemikiran manusia, karena mereka tak sanggup merasakan kehadiran Tuhan dalam kehidupan. Sebab, semenjak kecil mereka tak biasa menangkap dan merasakan kasih-sayang Allah.

Agaknya, ada yang salah pada cara kita memperkenalkan Allah kepada anak. Setiap memulai pekerjaan, apa pun bentuknya, kita ajari mereka mengucap basmalah. Kita ajari mereka menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tetapi kedua sifat yang harus selalu disebut saat mengawali pekerjaan itu, hampir-hampir tak pernah kita kenalkan kepada mereka (atau jangan-jangan kita sendiri tak mengenalnya?). Sehingga bertentangan apa yang mereka rasakan dengan apa yang mereka ucapkan tentang Tuhannya.

Bercermin pada perintah Nabi saw. dan urutan turunnya ayat-ayat suci yang awal, ada beberapa hal yang patut kita catat dengan cermat. Seraya memohon hidayah kepada Allah atas diri kita dan anak-anak kita, mari kita periksa catatan berikut ini:



Awali Bayimu dengan Laa Ilaaha IllaLlah



Rasulullah saw. pernah mengingatkan, "Awalilah bayi-bayimu dengan kalimat laa ilaaha illaLlah."

Kalimat suci inilah yang perlu kita kenalkan di awal kehidupan bayi-bayi kita, sehingga membekas pada otaknya dan menghidupkan cahaya hatinya. Apa yang didengar bayi di saat-saat awal kehidupannya akan berpengaruh pada perkembangan berikutnya, khususnya terhadap pesan-pesan yang disampaikan dengan cara yang mengesankan. Suara ibu yang terdengar berbeda dari suara-suara lain, jelas pengucapannya, terasa seperti mengajarkan (teaching style) atau mengajak berbincang akrab (conversational quality), memberi pengaruh yang lebih besar bagi perkembangan bayi. Selain menguatkan pesan pada diri anak, cara ibu berbicara seperti itu juga secara nyata meningkatkan IQ balita, khususnya usia 0-2 tahun. Begitu pelajaran yang bisa saya petik dari hasil penelitian Bradley & Caldwell berjudul 174 Children: A Study of the Relationship between Home Environment and Cognitive Development during the First 5 Years.

Apabila anak sudah mulai besar dan dapat menirukan apa yang kita ucapkan, Rasulullah saw. memberikan contoh bagaimana mengajarkan untaian kalimat yang sangat berharga untuk keimanan anak di masa mendatang. Kepada Ibnu ‘Abbas yang ketika itu masih kecil, Rasulullah saw. berpesan:

"Wahai anakku, sesungguhnya aku akan mengajarkanmu beberapa kata ini sebagai nasehat buatmu. Jagalah hak-hak Allah, niscaya Allah pasti akan menjagamu. Jagalah dirimu dari berbuat dosa terhadap Allah, niscaya Allah akan berada di hadapanmu. Apabila engkau menginginkan sesuatu, mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau menginginkan pertolongan, mintalah pertolongan pada Allah. Ketahuilah bahwa apabila seluruh ummat manusia berkumpul untuk memberi manfaat padamu, mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali apa yang telah dituliskan oleh Allah di dalam takdirmu itu.Juga sebaliknya, apabila mereka berkumpul untuk mencelakai dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakaimu sedikit pun kecuali atas kehendak Allah. Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah kering." (HR. At-Tirmidzi).

Dalam riwayat lain disebutkan, "Jagalah hak-hak Allah, niscaya engkau akan mendapatkan Dia ada di hadapanmu. Kenalilah Allah ketika engkau berada dalam kelapangan, niscaya Allah pun akan mengingatmu ketika engkau berada dalam kesempitan. Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang salah dalam dirimu tidak mesti engkau langsung mendapatkan hukuman-Nya. Dan juga apa-apa yang menimpa dirimu dalam bentuk musibah atau hukuman tidak berarti disebabkan oleh kesalahanmu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu akan datang ketika engkau berada dalam kesabaran, dan bersama kesempitan akan ada kelapangan. Juga bersama kesulitan akan ada kemudahan."

Apa yang bisa kita petik dari hadis ini? Tak ada penolong kecuali Allah Yang Maha Kuasa; Allah yang senantiasa membalas setiap kebaikan. Tak ada tempat meminta kecuali Allah. Tak ada tempat bergantung kecuali Allah. Dan itu semua menunjukkan kepada anak bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah.

Wallahu a’lam bishawab.



Iqra’ Bismirabbikal ladzii Khalaq



Sifat Allah yang pertama kali dikenalkan oleh-Nya kepada kita adalah al-Khaliq dan al-Karim, sebagaimana firman-Nya, "Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. Al-‘Alaq: 1-5).

Setidaknya ada tiga hal yang perlu kita berikan kepada anak saat mereka mulai bisa kita ajak berbicara. Pertama, memperkenalkan Allah kepada anak melalui sifat-Nya yang pertama kali dikenalkan, yakni al-Khaliq (Maha Pencipta). Kita tunjukkan kepada anak-anak kita bahwa kemana pun kita menghadap wajah kita, di situ kita menemukan ciptaan Allah. Kita tumbuhkan kesadaran dan kepekaan pada mereka, bahwa segala sesuatu yang ada di sekelilingnya adalah ciptaan Allah. Semoga dengan demikian, akan muncul kekaguman anak kepada Allah. Ia merasa kagum, sehingga tergerak untuk tunduk kepada-Nya.

Kedua, kita ajak anak untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat yang melekat pada anggota badannya. Dari sini kita ajak mereka menyadari bahwa Allah Yang Menciptakan semua itu. Pelahan-lahan kita rangsang mereka untuk menemukan amanah di balik kesempurnaan penciptaan anggota badannya. Katakan, misalnya, pada anak yang menjelang usia dua tahun, "Mana matanya? Wow, matanya dua, ya? Berbinar-binar. Alhamdulillah, Allah ciptakan mata yang bagus untuk Owi. Matanya buat apa, Nak?"

Secara bertahap, kita ajarkan kepada anak proses penciptaan manusia. Tugas mengajarkan ini, kelak ketika anak sudah memasuki bangku sekolah, dapat dijalankan oleh orangtua bersama guru di sekolah. Selain merangsang kecerdasan mereka, tujuan paling pokok adalah menumbuhkan kesadaran –bukan hanya pengetahuan—bahwa ia ciptaan Allah dan karena itu harus menggunakan hidupnya untuk Allah.

Ketiga, memberi sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali diperkenalkan oleh Allah kepada kita, yakni al-Karim. Di dalam sifat ini berhimpun dua keagungan, yakni kemuliaan dan kepemurahan. Kita asah kepekaan anak untuk menangkap tanda-tanda kemuliaan dan sifat pemurah Allah dalam kehidupan mereka sehari-hari, sehingga tumbuh kecintaan dan pengharapan kepada Allah. Sesungguhnya manusia cenderung mencintai mereka yang mencintai dirinya, cenderung menyukai yang berbuat baik kepada dirinya dan memuliakan mereka yang mulia.

Wallahu a’lam bishawab.

Penulis adalah penulis kolom rubrik parenting di Majalah Hidayatullah

Perang Badr, Kenangan Manis di Bulan Ramadhan

sumber : arrahmah.com
Ramadhan, tahun ke II Hijriyah. Saat itu di Madinah tersiar berita bahwa sebuah kafilah raksasa kaum musyrikin Quraisy berangkat meninggalkan Syam pulang ke Mekkah. Kafilah yang dipimpin Abu Sufyan bin Harb itu membawa seribu ekor unta penuh muatan barang-barang berharga. Bersamanya ikut tokoh-tokoh Mekkah lainnya yang jumlah keseluruhannya sekitar tiga puluh atau empat puluh orang.


Mendengar informasi tersebut Rasulullah SAW berkata :

“Lihatlah itu kafilah Quraisy, membawa harta kekayaan mereka. Berangkatlah menghadang mereka, mudah-mudahan Allah akan memindahkan harta itu kepada kalian.” (HR Ibnu Abbas)

Bagi kaum Muslimin, harta kekayaan sebesar itu adalah sebagai pengganti harta kekayaan mereka yang dirampas oleh kaum musyrikin ketika mereka hijrah ke Madinah. Kalau harta kekayaan sebesar itu lepas dari tangan musyrikin dan berpindah ke tangan kaum Muslimin, maka itu merupakan pukulan dahsyat bagi penduduk Mekkah yang masih setia menjalankan kemusyrikan dan menolak agama tauhid.

Gambar : ilustrasi

Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas’ud mengisahkan saat-saat kaum Muslimin berangkat menuju Badar :

Menjelang perang Badr tiap tiga orang dari pasukan Muslimin mengendarai seekor unta secara bergantian. Abu Libabah dan Ali bin Abi Thalib bersama Rasulullah dengan seekor unta. Ketika tiba giliran beliau menunggang unta, dua orang sahabatnya itu berkata: “Ya Rasulullah, biarlah kami berjalan dan anda tetap naik.” Beliau menjawab: “Kalian tidak lebih kuat berjalan daripada aku dan aku tidak lebih kurang membutuhkan pahala daripada kalian.”

Dari Sebuah Ekspedisi Kecil Menuju Perang Menentukan

Kaum Muslimin yang berangkat dalam Perang Badr bersama Rasulullah SAW menyangka perjalanan mereka hanya sebagaimana perjalanan sebelumnya, hanya sebuah ekspedisi kecil menghadang kafilah Quraisy. Tidak terlintas dalam fikiran mereka bahwa ekspedisi kali ini akan menjadi sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam.

Di pihak lain, Abu Sufyan yang telah mendengar kafilahnya terancam bahaya mengirim kurir, Ibnu ‘Amr Al-Ghafari ke Mekkah untuk minta bantuan pasukan guna menyelamatkan harta kekayaan yang dibawa kafilah. Ibnu ‘Amr, sang kurir mengejutkan penduduk Mekkah dengan aksinya. Setelah untanya ditambat ia berdiri di atas punggungnya, melepaskan kendalinya, merobek-robek bajunya sendiri, kemudian berteriak : “Hai orang-orang Quraisy, bahaya! Bahaya! Harta benda kalian yang dibawa kafilah Abu Sufyan dihadang oleh Muhammad dan kawan-kawannya! Saya fikir, mau tidak mau kalian harus sanggup menyelamatkannya. Bantu….Bantu!

Seruan heroik Ibnu ‘Amr ini membangkitkan semangat jahiliyah kafir Quraisy Mekkah. Dengan darah mendidih mereka siap berangkat tanpa menghiraukan kesulitan dan rintangan. Sembilan ratus lima puluh orang prajurit terkumpul dengan dua ratus ekor kuda ditambah suporter penyemangat dari kalangan wanita yang memukul rebana dan menyanyikan lagu-lagu ejekan kepada kaum Muslimin. Kekuatan pasukan kafir Quraisy ini pun berjalan menuju utara menyusul kafilah yang sedang berjalan ke arah Madinah untuk bergabung dengan mereka.

Sementara itu Abu Sufyan rupanya tidak sabar menunggu datangnya bala bantuan dan melakukan sebuah operasi penyelamatan sendiri untuk menghindari pasukan kaum Muslimin. Abu Sufyan ketika itu berpapasan dengan seorang bernama Majdi bin ‘Amr, ia bertanya : “Apakah anda melihat seseorang?” Majdi menjawab : “Saya tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. Saya hanya melihat dua orang menunggang unta menuju ke bukit itu. Setelah mengambil air mereka lalu pergi…” Abu Sufyan segera menuju ke bukit yang ditunjuk. Di tempat bekas unta kaum Muslimin berhenti ia menemukan kotorannya. Setelah dikorek-korek, ia menemukan sebuah biji kurma…Ia berguman : “Demi Allah, ini pasti dari makanan unta orang-orang Madinah!” Ia yakin benar bahwa dua orang yang dikatakan oleh Majdi tentu sahabat-sahabat Muhammad dan pasukannya pasti tidak jauh dari tempat itu.

Abu Sufyan segera kembali ke kafilahnya dan melarikan diri ke arah pantai, meninggalkan Badr melalui jalan di sebelah kirinya dan akhirnya berhasil lolos dari rencana penyergapan kaum Muslimin. Ia langsung mengutus kurir kepada kafir Quraisy agar membatalkan pengiriman bala bantuan kepadanya. Abu Jahal yang menerima pesan dari kurir yang diutus oleh Abu Sufyan menjawab dengan congkak : “Demi Allah, kami tidak akan pulang sebelum tiba di Badr. Di sana kami akan tinggal selama tiga hari, memotong ternak, makan beramai-ramai dan minum arak sambil menyaksikan perempuan-perempuan menyanyikan lagu-lagu hiburan. Biarlah semua orang Arab mendengar berita tentang perjalanan kita semua dan biarlah mereka tetap takut kepada kita selama-lamanya.”

Maka, sebuah perang besar dan menentukan akan segera terjadi. Rasulullah SAW telah memprediksi hal tersebut. Karenanya Rasulullah SAW tidak menghiraukan kafilah Abu Sufyan yang berhasil melarikan diri, melainkan berkonsentrasi untuk bersiap menghadapi pasukan kafir Quraisy. Beliau berfikir jikalau pasukan Quraisy dibiarkan saja menunjukkan kekuasaan mereka di daerah Badr, maka hal tersebut akan menbahayakan Islam dan menghambat perkembangannya. Maka Beliau SAW pun meneruskan perjalanan pasukannya dan menguatkan semangat tempur kaum Muslimin.

Rasulullah SAW mengutus Ali bin Abu Thalib, Zubair bin Al ‘Awwam, dan Sa’ad bin Waqqash untuk menyelidiki keadaan pasukan musyrikin dan menyadap berita tentang persiapan mereka. Di saat mereka sedang melaksanakan tugas, dua orang budak menjumpai mereka dan menawarkan air. Dua orang budak itu akhirnya ditangkap dan dibawa ke markas. Rasulullah SAW pun bertanya-jawab dengan dua orang budak itu!


-Beritahukan kepadaku keadaan orang-orang Quraisy!
+ Mereka berada di belakang bukit pasir itu, yang anda lihat di pinggir sebelah sana
-Berapa banyak jumlah mereka?
+Banyak sekali
-Apa persenjataan mereka ?
+ Kami tidak tahu
-Berapa ekor unta yang mereka potong tiap hari ?
+ Kadang-kadang sembilan dan kadang-kadang sepuluh ekor
-Kalau begitu, jumlah mereka antara sembilan ratus dan seribu orang!
-Siapakah pemimpin-pemimpin Quraisy yang ada di tengah mereka ?
+ Utbah dan Syaibah, dua anak lelaki Rabi’ah ; Abul Bahtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuwailid; Al Harits bin ‘Amir, Thu’aiman bin ‘Adiy ; An Nadhr bin Al Harits ; Zam’ah bin Al Aswad ; Amr bin Hisyam (Abu Jahal) ; Umayyah bin Khallaf …dan lain-lain.”

Selesai tanya-jawab Rasulullah SAW berkata kepada para sahabatnya :

“Ketahuilah, Mekkah sekarang telah mengerahkan pemimpin-pemimpinnya untuk menyerang kalian.” (HR Muslim)



Kaum musyrikin Quraisy telah mengerahkan seluruh kemampuan untuk memberikan pukulan yang menentukan terhadap kaum Muslimin dalam usaha mengakhiri permusuhan yang berlangsung selama lima belas tahun. Sebuah pukulan untuk menghancurkan Islam dan memperkokoh kedudukan paganisme sebagai kekuasaan tunggal.

Rasulullah SAW mengarahkan pandangannya kepada para sahabat yang berhimpun di sekitarnya. Di antara mereka terdapat kaum Muhajirin yang telah mengorbankan jiwa dan harta benda dalam perjuangan di jalan Allah, di samping kaum Anshar yang telah mengikatkan kehidupan sepenuhnya, baik sekarang maupun di masa mendatang, dengan agama yang mereka bela dan mereka lindungi. Beliau ingin memastika kesiapan para sahabatnya dalam menghadapi perang menentukan ini.

Al Miqdad bin ‘Amr dari Muhajirin dengan tegas mengemukakan pendiriannya :

“Ya Rasulullah, laksanakanlah apa yang telah diberitahukan Allah kepada anda, aku tetap bersama anda! Demi Allah, kami sama sekali tidak akan mengucapkan perkataan yang dahulu pernah diucapkan oleh orang-orang Bani Israil kepada Musa, yaitu “Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, kami tetap duduk di sini.” Yang kami katakan kepada anda ialah “Pergilah anda bersama Tuhan anda berperang, dan kami bersama anda turut berperang!” Demi Allah yang mengutus anda membawa kebenaran, seandainya anda mengajak kami ke “Barkul-qhumad” (sebuah tempat di Yaman) kami tetap mengikuti anda sampai di sana…”

Dari Anshar Sa’ad bin Mu’adz menghalau kekhawatiran Rasulullah SAW dengan uacapannya :

“Demi Allah, tampaknya anda menghendaki ketegasan sikap kami, ya Rasulullah ? Beliau menyahut : “Ya, benar.” Sa’ad melanjutkan : “Ya Rasulullah, kami telah beriman kepada anda dan kami pun membenarkan kenabian dan kerasulan anda. Kami juga telah menjadi saksi, bahwa apa yang anda bawa adalah kebenaran. Atas dasar iu kami telah menyatakan janji dan kepercayaan kami untuk senantiasa taat dan setia kepada anda Ya Rasulullah, jalankanlah apa yang anda kehendaki, kami tetap bersama anda. Demi Allah seandainya anda menghadapi lautan dan anda terjun ke dalamnya, kami pasti akan terjun bersama anda. Seorang pun diantara kami tidak akan mundur dan kami tidak akan sedih bila anda menghadapkan kami dengan musuh esok hari. Kami akan tabah menghadapi peperangan dan hal itu akan kami buktikan dalam konfrontasi nanti. Semoga Allah akan memperlihatkan kepada anda apa yang sangat anda inginkan dari kami. Marilah berangkat dengan berkah Ilahi!”

Alangkah gembiranya hati Rasulullah SAW mendengar peryataan para sahabatnya tersebut, kemudian Beliau memerintahkan kepada pasukan kaum Muslimin :

“Berangkatlah dengan hati gembira…! Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua golongan (Pasukan Abu Jahal atau kafilah Abu Sufyan). Demi Allah, aku seolah-olah melihat tempat-tempat mereka bergelimpangan…”

Perang Badr, Perang Tanding Antara Al Haq Melawan Al Batil

Kaum Muslimin akhirnya siap untuk menghadapi peperangan. Mereka mengambil posisi yang terdekat dengan sumber air di Badr. Tak lama kemudian datanglah sahabat Al Khabbab bin Al Munzir menghadap Rasulullah SAW dan bertanya : “Ya Rasulullah apakah dalam memilih tempat ini anda menerima petunjuk wahyu dari Allah SWT yang tidak dapat diubah lagi ? Ataukah berdasarkan tipu muslihat peperangan ? Rasulullah SAW menjawab : “Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan tipu muslihat!” Al-Khabbab kemudian mengusulkan : “Ya Rasulullah, jika demikian ini bukan tempat yang baik. Ajaklah pasukan pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh, kita membuat kubu pertahanan di sana dan menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kubangan dan kita isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian kita akan berperang dalam keadaan mempunyai persediaan air minum yang cukup, sedangkan musuh tidak akan memperoleh air minum.” Rasulullah SAW menjawab : “Pendapatmu sungguh baik!” Beliau kemudian memerintahkan supaya usul tersebut dilaksanakan. Belum sampai tengah malam, apa yang disarankan oleh Khabbab telah selesai dikerjakan dan kaum Muslimin sekarang telah menguasai sumber-sumber air.

Pada malam harinya kaum Muslimin merasa tenang dan lega. Mereka dapat beristirahat dengan hati penuh keyakinan yang kuat akan janji Allah dan RasulNya. Malam itu turun hujan rintik-rintik membuat udara sejuk dan nyaman. Keesokan harinya mereka merasa segar dan fikiran mereka penuh dengan harapan baru. Pasir sahara di sekitar mereka menjadi agak padat sehingga mudah diinjak dan meringankan orang yang berjalan kaki. Al Qur’an Al Karim mengabadikan peristiwa tersebut dalam firmanNya :

“Ingatlah ketika Allah membuat kalian mengantuk guna memberi perasaan aman pada kalian, kemudian Allah menurunkan hujan dari langit untuk kalian guna membersihkan diri kalian dan menghilangkan kotoran setan dari kalian, untuk menguatkan hati kalian dan menguatkan jejak kaki kalian.”
(QS Al Anfal : 11)

Sementara itu Rasulullah SAW tiada berhenti berdoa dengan khusyu memohon kepada Allah SWT supaya diberi kekuatan untuk mengalahkan musuh. Diantara doa yang beliau ucapkan adalah :

“Ya Allah, kalau pasukan (kaum Muslimin) ini sampai binasa, Engkau tidak disembah lagi (oleh manusia) di muka bumi.”

Kemudian beliau memperkeras suaranya :

“Ya Allah, tunaikanlah janji yang telah Engkau berikan kepadaku…Ya Allah, pertolongan Mu…Ya Allah!”

Beliau mengangkat kedua belah tangannya sedemikian tinggi hingga burdahnya jatuh dari pundaknya. Abu Bakar Ash Shiddiq yang sejak awal selalu mendampingi beliau menyampirkan kembali burdah di atas pundak beliau seraya berkata dengan perasaan haru :

“Ya Rasulullah, kurangilah kesedihan anda dalam berdoa kepada Allah! Allah pasti akan memenuhi janji yang telah diberikan kepada anda!”
(HR Muslim dan Bukhari)

Waktu yang ditentukan pun akhirnya datang. Kaum musyrikin secara agresif memulai serangan. Ketika itu Al Aswad bin Abdul Asad menyerang kubangan tempat penampungan air yang dibuat oleh kaum Muslimin, seraya berkata : “Saya berjanji kepada Tuhan, saya harus bisa minum dari airnya atau saya hancurkan tempat itu, atau biarlah aku mati karena itu!” Hamzah bin Abdul Muthalib maju untuk menghadapi dan menangkisnya. Terjadilah perang tanding satu lawan satu antara pasukan Al Haq, kaum Muslimin, melawan pasukan Al Batil, kaum musyrikin. Dalam perang tanding satu lawan satu itu Hamzah berhasil menyabetkan pedangnya pada kaki Al Aswad hingga putus sebelah. Al Aswad masih berusaha bangkit, merangkak hendak menyerbu ke tempat penampungan air. Hamzah tidak memberi kesempatan dan segera membunuhnya.

Kemudian maju ke depan ‘Utbah dan Syaibah, dua orang bersaudara anak lelaki Rabiah dan Al Walid, anak Utbah, tiga-tiganya dari pasukan musyrikin. Dari pasukan kaum Muslimin keluar Abu Ubaidah bin Al Harits, Hamzah bin Abdul Muthalib, dan Ali bin Abi Thalib. Ubaidah perang tanding dengan ‘Utbah. Hamzah melawan Syaibah, dan Ali bin Abi Thalib menghadapi Al Walid. Perang tanding pun dimulai. Hamzah tidak menemui banyak kesukaran untuk mengakhiri perlawanan Syaibah. Demikian pula Ali bin Abi Thalib, dalam perang tandingnya berhasil membunuh lawannya dalam waktu singkat. Sedangkan Ubaidah dalam pertarungan melawan ‘Utbah, yang satu berhasil melukai yang lain. Melihat itu, Hamzah dan Ali menghunus pedang kembali dan dihantamkan kepada ‘Utbah sehingga jatuh terkapar dan mati.

Pasukan kafir Quraisy tambah beringas, mereka menghujani kaum Muslimin dengan anak panah yang akhirnya menimbulkan peperangan masal dan serentak antara kedua belah pihak, musyrikin melawan Muslimin. Pasukan kaum Muslimin dalam pertempuran selalu meneriakkan kata “Ahad…Ahad…!

Pertempuran akhirnya meluas dan mendekati titik puncaknya. Saat itu pasukan Muslimin berhasil menguras habis tenaga musuh dan menimpakan kerugiaan besar. Rasulullah SAW terus mendoakan di dalam kemah mengawasi dengan seksama para prajuritnya dan memberikan semangat kepada mereka. Ibnu Ishaq dalam riwayatnya mengatakan: “Ketika itu Rasulullah di dalam kemahnya tampak ‘pingsan’ beberapa saat kemudian sadar kembali, lalu berkata kepada Abu Bakar Ash Shiddiq : ‘Hai Abu Bakar, gembiralah pertolongan Allah telah datang kepadamu. Itulah Jibril memegang tali kekang dan menuntun kudanya!”

Pertempuran bertambah sengit. Debu bertaburan di udara menggenangi semua pasukan yang sedang bertempur dengan hebatnya hingga sama-sama letih. Pasukan Al Haq bertempur gigih untuk menegakkan agama Allah, sedangkan pasukan Al Batil terkecoh oleh kesombongan hendak mengalahkan takdir Ilahi!

Rasulullah SAW keluar dari kemah mendatangi pasukannya dan mendorong mereka supaya lebih gigih menghancurkan musuh. Beliau berseru :

“Demi Allah yang nyawa Muhammad berada di tanganNya, setiap orang yang sekarang ini berperang melawan musuh kemudian ia mati dalam keadaan tabah mengharapkan keridhoan Allah dan dalam keadaan terus maju pantang mundur; pasti akan dimasukkan Allah ke dalam surga!”

Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan, ketika pasukan musyrikin terus maju mendesak, Rasulullah SAW berseru kepada pasukannya: “Siaplah memasuki surga seluas langit dan bumi!” Umair bin Al Hammam Al Anshari menyahut : “Ya Rasulullah, surga seluas langit dan bumi?!” Beliau menjawab : “Ya, benar!” “Sungguh indah…sungguh indah!, kata Umair. Rasulullah bertanya : “Apa yang mendorongmu berkata demikian?” Umair menjawab : “Ya Rasulullah! Demi Allah, aku mengatakan itu karena aku ingin menjadi penghuninya!” Beliau menyahut : “Engkau termasuk orang yang akan menghuninya!”



Mendengar jawaban itu, Umair segera mengeluarkan kurma bekalnya dari dalam kantong. Setelah memakan beberapa butir, ia berkata: “Kalau aku hidup sampai menghabiskan semua kurma ini, terlalu lama…!” Ia lalu membuang semua sisa kurmanya, lalu maju menyerang musuh sambil bersya’ir :

Berangkat menghadap Allah tanpa bekal
Yang kubawa hanyalah taqwa dan amal
Serta tabah berjuang di jalan Allah ‘Azza wa Jalla
Bekal yang lain pasti’kan lenyap kembali asal
Hanya taqwa, kebajikan dan hidayat yang tetap kekal

Umair terus merangsek maju menyerang pasukan kufar hingga gugur.

Gembong-gembong pasukan musyrikin banyak bergelimpangan dihantam keberanian pasukan kaum Muslimin. Abu Jahal sendiri diterjang secara gagah berani oleh dua pemuda anak lelaki Arfa, hingga tersungkur dan sekarat menghitung hembusan nafas terakhirnya. Tujuh puluh orang tokoh-tokoh kafir musyrikin Quraisy mengalami nasib yang serupa Rasulullah SAW dengan suara keras berseru : “Hancurlah wajah mereka…!”

Akhirnya sisa-sisa pasukan musyrikin lari tunggang-langgang. Mereka menderita kekalahan hebat dan kaum Muslimin mendapatkan kemenangan gemilang. Perang Badr menjadi perang yang menentukan antara pasukan Al Haq dengan pasukan Al Batil dan menjadi bukti bahwa kedzaliman pastik akan sirna dan Al Haq pasti akan berjaya.

Kaum Muslimin dengan wajah berseri-seri melihat langit dan bumi tertawa kegirangan. Kemenangan gemilang pada Perang Badr menjadi sesuatu yang indah untuk mereka kenang dan membuat mereka ‘hidup’ kembali, memulihkan cita harapan dan harga diri serta membebaskan mereka dari belenggu yang berat. Allah SWT berfriman :

“Sungguhlah, bahkan Allah telah menolong kalian dalam perang Badr, padahal kalian itu adalah orang-orang yang lemah. Karena itu hendaklah kalian tetap bertaqwa kepada Allah dan hendaklah kalian selalu mensyukuriNya.”
(QS Ali Imran : 123)

Hikmah dan Ibrah Perang Badr

Peperangan Badr meninggalkan kaum Muslimin yang gugur sebagai syuhada sebanyak empat belas orang. Mereka mendapat karunia rahmat Ilahi berangkat ke alam tertinggi. Sebaliknya di pihak musyrikin sebanyak tujuh puluh orang tokoh mereka binasa dalam kekafiran. Tujuh puluh lainnya jatuh sebagai tawanan kaum Muslimin.

Haritsah bin Suraqoh gugur dalam perang Badar terkena sebuah anak panah nyasar, di saat ia sedang mengamati jalannya peperangan. Seusai perang ibunya datang menghadap Rasulullah SAW., lalu berkata : “Ya Rasulullah, beritahukan saya bagaimana keadaan Haritsah ? Kalau ia berada dalam surga, saya bisa sabar dan tabah, tetapi kalau tidak, maka hendaklah Allah melihat apa yang saya perbuat!” Rasulullah SAW menjawab : “Celakalah engkau, apakah engkau masih meratapinya? Di sana tersedia delapan surga dan anakmu mendapat surga firdaus yang paling tinggi!”

Kalau orang yang terkena anak panah nyasar saja mendapat imbalan demikian besarnya, apalagi orang-orang yang terjun langsung menyabung nyawa dalam medan jihad di Perang Badr.

Perang Badr menjadi simbol pertarungan antara Al Haq melawan Al Batil, kebenaran melawan kesalahan, tanpa memandang ikatan kekeluargaan. Dalam Perang Badr, orang tua bisa berhadap-hadapan dengan anaknya begitu pula sebaliknya, sebagaimana Abu Bakar As Shiddiq berhadap-hadapan dengan anaknya ‘Abdurrahaman’ yang saat itu berada di pihak musyrikin. Sementara itu Utbah bin Rabi’ah adalah seorang ayah yang berada di pihak musyrikin berhadapan dengan anaknya sendiri yang bernama Abu Hudzaifah di pihak kaum Muslimin.

Ketika jenazah Utbah diseret-seret oleh oleh pasukan kaum Muslimin hendak diceburkan ke dalam sumur kering, Rasulullah SAW melihat wajah Abu Hudzaifah berubah warna dan tampak amat sedih. Rasulullah SAW bertanya kepadanya : “Hai Abu Hudzaifah, tampaknya engkau terpengaruh oleh keadaan ayahmu bukan?” Ia menjawab : “Tidak ya Rasulullah, Demi Allah aku tidak sedih karena ayahku dan tidak pula karena ia tewas. Yang menyedihkan hatiku ialah karena karena aku tahu bahwa ayahku sebenarnya seorang yang dapat berfikir, bijaksana, dan mempunyai keutamaan. Pada mulanya aku mengharap kebaikan yang dimilikinya itu akan menuntunnya ke dalam Islam. Kemudian setelah aku menyaksikan ia mati dalam keadaan sebagai orang kafir, sungguh pilu hatiku!”

Rasulullah SAW bersama kaum Muslimin akhirnya pulang ke Madinah dengan kemenangan yang gemilang dan keimanan yang bertambah kokoh. Mereka juga membawa sejumlah tawanan dan sejumlah ghanimah. Beliau kemudian mengutus Abdullah bin Rawahah dan Zaid bin Haritsah untuk mengumumkan berita kemenangan gemilang tersebut kepada seluruh kaum Muslimin di Madinah. Beliau SAW dan para sahabatnya telah berada di medan jihad Perang Badr selama tiga hari penuh, berjuang dengan penuh keberanian dalam pertarungan menentukan masa depan Islam. Dan, ingat, kejadian tersebut meletus pada tanggal tujuh belas bulan Ramadhan tahun kedua Hijriyah. Sungguh, peristiwa Perang Badr memang pantas untuk disebut sebagai sebuah kenangan manis di bulan Ramadhan.

Wallahu’alam Bis Showab!