Allahu Akbar

Jumat, 30 Januari 2009

Merokok Memutuskan dari Setiap Kebaikan

Sultan
Awilya Syaikh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani an-Naqshbandi qs

Diterjemahkan
dari Mercy Oceans - Divine Sources.

Saya
bertanya kepada teman-teman yang baru menjadi muslim bagaimana dia berusaha
sukses untuk hidup sebagai muslim. Dan dia menjawab: "Saya baik-baik saja,
saya sudah mulai sholat dan puasa sesuai perintah Allah dan telah meninggalkan
banyak perilaku larangan utama. Hanya satu masalah yang tersisa sampai sekarang
adalah ketidakmampuan saya untuk berhenti merokok."

Lihat,
merokok dari sisi umum dan kebanyakan orang, khususnya sisi kaum muslim, mereka
menganggap merokok sebagai sesuatu yang tidak atau sedikit berpengaruh pada
karakter seseorang. Karena mereka menganggap kecil atau tidak berpengaruh pada
kehidupan agama mereka, maka kaum muslim merokok lebih banyak dari kaum yang
lain, bahkan mereka merokok seperti cerobong asap.

Saat
anda menerima Islam, anda mampu meninggalkan semua perilaku yang paling sangat
diharamkan, dan itu sangat baik, tidak semua orang bisa melakukannya dengan
mudah. Apalagi langsung berubah setelah anda menerima kepercayaan Islam. Hanya
satu masalah besar, kata anda, yaitu kecanduan anda pada tembakau, hingga
merokok menguasai hati kalian, sampai tingkat tertentu dimana meninggalkan
merokok adalah suatu perjuangan yang tidak mungkin anda menjadi pemenangnya.

GrandSyaikh
Abdullah Faiz Ad-Daghistani qs (semoga Allah meridhoi beliau) sering berkata
bahwa merokok, meskipun tidak berarti menurut pandangan orang, sebenarnya pada
kenyataan adalah salah satu kelemahan terbesar orang yang beriman, karena kebiasaan
merokok membiarkan korbannya sama sekali kehilangan kekuatan untuk
berkeinginan. Rokok menjebak orang dan merusak kemauannya dengan suatu cara
pasti, dimana kalau orang tidak bisa berhenti dari kebiasaan buruk merokok,
maka suatu hari merokok akan memutusnya dari setiap kebaikan yang dilakukannya,
bahkan dari ke Imanannya / kepercayaannya. Hal inilah yang menjadi alasan pokok
untuk berhenti dari kebiasaan merokok diantara banyak alasan kuat lainnya.

Kalian
harus meninggalkan kebiasaan merokok dengan segera dan selamanya sehingga
kemauan akan tumbuh lagi, dan melindunginya untuk jatuh dalam control orang
lain. Maksud saya dengan "lain", adalah kemauan/keinginan rendah
orang itu dan setan, yang berdiri dibelakang sebagai penasehat kejahatan bagi
ego. Siapapun yang tidak mampu menguasai dirinya akan beralih ke tangan nafsu
binatangnya dan nafsu Setan, yang siap menghancurkan sisi manusia dari ruhani
anda. Allah Yang Maha Kuasa bersabda dalam Kitab Al Qur'an: "Oh Umatku,
kalian akan melihat sesuatu sebagai hal yang tidak berakibat besar bagi kalian,
tetapi dihadapanKu hal itu sangat berbahaya dan berakibat besar." Sekarang
merokok bagi kaum Muslim tampaknya tidak masalah, tapi dihadapan Allah Yang
Maha Kuasa hal itu adalah suatu kelemahan fatal untuk orang yang beriman.

Merokok
bagi orang yang beriman adalalah bagaikan kalian membiarkan lubang kecil di
pintu yang dapat dilewati maling. Sekarang anda sudah menutup semua pintu-pintu
untuk melakukan dosa besar yang dilarang Allah, tapi apa artinya kalau lubang kecil
itu tetap ada? Apa maksud keberadaan sebuah pintu seperti itu? Lebih baik
dibiarkan saja terbuka lebar untuk semua kebaikan yang akan masuk. Mungkin anda
akan berkata: "Pintu itu tebal dan saya sudah menutup dan menguncinya
dengan kuat, apalah arti sebuah lubang kecil, itu tidak masalah."

Apa
yang tidak masalah? Kalian bilang tidak masalah, tetapi lihat, maling dapat
membuka pintu dengan memasukkan kawat melalui lubang tadi dan dia lari dengan
mengambil semua hartamu! Maka, kalau seseorang membiarkan lubang seperti itu
untuk masuk dan berkuasanya setan, maka ia akan mempertaruhkan kepercayaannya
dan keimanannya dalam bahaya besar. Maka saya berkata pada teman saya: Kamu
telah meninggalkan begitu banyak larangan yang tidak disenangi Tuhan. Kamu
telah mengunci semua pintunya, sekarang kamu harus berpikir apa yang bisa
dilakukan soal lubang kecil dipintumu yang disebabkan rokok tersebut.

Kamis, 29 Januari 2009

Doa Bisa Mengubah Taqdir

Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan bahwa taqdir yang Allah ta’aala telah tentukan bisa berubah. Dan faktor yang dapat mengubah taqdir ialah doa seseorang.

Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Tidak ada yang dapat menolak taqdir (ketentuan) Allah ta’aala selain do’a. Dan Tidak ada yang dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.” (HR Tirmidzi 2065)

Subhanallah…! Betapa luar biasa kedudukan do’a dalam ajaran Islam. Dengan do'a seseorang bisa berharap bahwa taqdir yang Allah ta’aala tentukan atas dirinya berubah. Hal ini merupakan sebuah berita gembira bagi siapapun yang selama ini merasa hidupnya hanya diwarnai penderitaan dari waktu ke waktu. Ia akan menjadi orang yang optimis. Sebab keadaan hidupnya yang selama ini dirasakan hanya berisi kesengsaraan dapat berakhir dan berubah. Asal ia tidak berputus asa dari rahmat Allah ta’aala dan ia mau bersungguh-sungguh meminta dengan do’a yang tulus kepada Allah ta’aala Yang Maha Berkuasa.

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah ta’aala mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS Az-Zumar 53-54)

Demikianlah, hanya orang yang tetap berharap kepada Allah ta’aala saja yang dapat bertahan menjalani kehidupan di dunia betapapun pahitnya taqdir yang ia jalani. Ia akan senantiasa menanamkan dalam dirinya bahwa jika ia memohon kepada Allah ta’aala dalam keadaan apapun, maka derita dan kesulitan yang ia hadapi sangat mungkin berakhir dan bahkan berubah.

Sebaliknya, orang yang tidak pernah kenal Allah ta’aala dengan sendirinya akan meninggalkan kebiasaan berdo’a dan memohon kepada Allah ta’aala. Ia akan terjatuh pada salah satu dari dua bentuk ekstrimitas. Pertama, ia akan mudah berputus asa. Atau kedua, ia akan lari kepada fihak lain untuk menjadi sandarannya demi merubah keadaan. Padahal begitu ia bersandar kepada sesuatu selain Allah ta’aala ­termasuk bersandar kepada dirinya sendiri- maka pada saat itu pulalah Allah ta’aala akan mengabaikan orang itu dan membiarkannya berjalan mengikuti situasi dan kondisi yang tersedia. Sedangkan orang tersebut dinilai sebagai seorang yang mempersekutukan Allah ta’aala dengan yang lain. Berarti orang tersebut telah jatuh ke dalam kategori seorang musyrik...!

“Dan Tuhanmu berfirman, "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS Al-Mu’min 60)

Dan yang tidak kalah pentingnya bahwa seorang muslim tidak boleh pernah berhenti meminta kepadaNya, karena sikap demikian merupakan suatu kesombongan yang akan menjebloskannya ke dalam siksa Allah ta’aala yang pedih. Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:


“Barangsiapa tidak berdo’a kepada Allah ta’aala, maka Allah ta’aala murka kepadaNya.” (HR Ahmad 9342)

Saudaraku, janganlah berputus asa dari rahmat Allah ta’aala. Bila Anda merasa taqdir yang Allah ta’aala tentukan bagi hidup Anda tidak memuaskan, maka tengadahkanlah kedua tangan dan berdo’alah kepada Allah ta’aala. Allah ta’aala Maha Mendengar dan Maha Berkuasa untuk mengubah taqdir Anda. Barangkali di antara do’a yang baik untuk diajukan sebagai bentuk harapan agar Allah ta’aala mengubah taqdir ialah sebagai berikut:

“Ya Allah, perbaikilah agamaku untukku yang mana ia merupakan penjaga perkaraku. Perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku. Perbaikilah akhiratku untukku yang di dalamnya terdapat tempat kembaliku. Jadikanlah hidupku sebagai tambahan untukku dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah matiku sebagai istirahat untukku dari segala keburukan.” (HR Muslim 4897)

Di Jalan Dakwah Aku Menikah

Karya : Cahyadi Takariawan.

tentang-pernikahan.com - Atribut yang diberikan Islam kepada kita, salah satunya adalah dai ilallah. Kita dituntut untuk merealisasikan dakwah dalam seluruh waktu kehidupan kita. Setiap langkah kita sesungguhnya adalah dakwah kepada Allah, sebab dengan itulah Islam terkabarkan kepada masyarakat. Bukankah dakwah bermakna mengajak manusia merealisasikan ajaran-ajaran Allah dalam kehidupan keseharian? Sudah selayaknya kita sebagai pelaku yang menunaikan pertama kali, sebelum mengajak kepada yang lainnya.
Pernikahan akan bersifat dakwah apabila dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Islam di satu sisi, dan menimbang berbagai kemaslahatan dakwah dalam setiap langkahnya, pada sisi yang lain. Dalam memilih jodoh, dipilihkan pasangan hidup yang bernilai optimal bagi dakwah. Dalam menentukan siapa calon jodoh tersebut, dipertimbangkan pula kemaslahatan secara lebih luas. selain kriteria umum sebagaimana tuntunan fikih Islam, pertimbangan lainnya adalah : apakah pemilihan jodoh ini memiliki implikasi kemaslahatan yang optimal bagi dakwah, ataukah sekedar mendapatkan kemaslahatan bagi dirinya? mari saya beri contoh berikut. diantara sekian banyak wanita muslimah yang telah memasuki usia siap menikah, mereka berbeda-beda jumlah bilangan usianya yang oleh karena itu berbeda pula tingkat kemendesakan untuk menikah. Beberapa orang bahkan sudah mencapai usia 35 tahun, sebagian yang lain antara 30 hingga 35 tahun, sebagian berusia 25 hingga 30, dan yang lainnya di bawah
usia 25 tahun. Mereka semua
ini siap menikah, siap menjalankan fungsinya dan peran sebagai isteri dan ibu di rumah tangga.

Anda adalah laki-laki muslim yang telah berniat melaksanakan pernikahan. Usia anda 25 tahun. Anda dihadapkan pada realitas bahwa wanita muslimah yang sesuai kriteria fikih Islam untuk anda nikahi ada sekian banyak jumlahnya. Maka siapakah yang lebih anda pilih, dan dengan pertimbangan apa anda memilih dia sebagai calon isteri anda?
Ternyata anda memilih si A, karena ia memiliki kriteria kebaikan agama, cantik, menarik, Pandai, dan usia masih muda, 20 tahun atau bahkan kurang dari itu. Apakah pilihan anda itu salah? Demi Allah, pilihan anda ini tidak salah! anda telah memilih calon isteri dengan benar karena berdasarkan kriteria kebaikan agama, dan memenuhi sunnah kenabian. Bukankah Rasulullah bertanya kepada Jabir ra :
"Mengapa tidak menikah dengan seorang gadis yang bisa engkau cumbu dan bisa mencumbuimu" (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan inilah jawaban dakwah seorang Jabir ra,
"Wahai Rasulullah, saya memiliki saudara-saudara perempuan yang berjiwa keras, saya tidak mau membawa yang keras juga kepada mereka. janda ini saya harapkan mampu menyelesaikan permasalahan tersebut." kata Jabir "benar katamu" jawab Nabi saw.
Jabir tidak hanya berfikir untuk kesenangan dirinya sendiri. Ia bisa memilih seorang gadis perawan yang cantik dan muda belia. Namun ia memiliki kepekaan dakwah yang amat tinggi. kemaslahatan menikahi janda tersebut lebih tinggi dalam pandangan Jabir, dibandingkan dengan menikahi gadis perawan.
Nah, apabila semua laki-laki muslim berpikiran dan menentukan calon isterinya harus memiliki kecantikan ideal, berkulit putih, usia 5 tahun lebih muda dari dirinya, maka siapakah yang akan datang melamar para wanita muslimah yang usianya diatas 25 tahun, atau usia diatas 30 tahun atau bahkan diatas usia 35 tahun ?
Siapakah yang akan datang melamar para wanita muslimah yang dari segi fisik tidak cukup alasan untuk dikatakan sebagai cantik menurut ukuran umum? mereka, wanita tadi adalah para muslimah yang melaksanakan ketaatan, mereka adalah wanita shalihah, menjaga kehormatan diri, bahkan mereka aktif terlibat dalam kegiatan dakwah dan sosial. Menurut anda, siapakah yang harus menikahi mereka?
Ah, mengapa pertanyaannya "harus" ? Dan mengapa pertanyaan ini hanya dibebankan kepada seseorang ? kita bisa saja mengabaikan dan melupakan realitas ini. Jodoh ditangan Allah, kita tidak memiliki hak menentukan segala sesuatu, biarlah Allah memberikan keputusan agungNya. Bukan, bukan dalam konteks itu saya berbicara. Kita memang bisa melupakan mereka, dan tidak peduli dengan orang lain, tapi bukankah Islam tidak menghendaki kita berperilaku demikian?
Kendatipun nabi saw menganjurkan Jabir agar beristeri gadis, kita juga mengetahui bahwa hampir seluruh isteri Rasulullah adalah janda.
Kendatipun nabi saw. menyatakan agar Jabir beristeri gadis, pada kenytaannya Jabir telah menikahi janda.
Demikian pula permintaan mahar Ummu Sulaim terhadap laki-laki yang datang melamarnya, Abu Thalhah. Mahar keislaman Abu Thalhah menyebabkan Ummu Sulaim menerima pinangannya. Inilah pilihan dakwah. Inilah pernikahan barakah, membawa maslahat bagi dakwah.
Sebagaimana pula pikiran yang terbersit di benak Sa'ad bin Rabi saat ia menerima saudaranya seiman, Abdurahman bin Auf. "Saya memiliki dua isteri sedangkan engkau tidak memiliki isteri. Pilihlah seorang diantara mereka yang engkau suka, sebutkan mana yang engkau pilih, akan saya ceraikan dia untuk engkau nikahi. Kalau iddahnya sudah selesai maka nikahilah dia" (riwayat Bukhari)
Ia tidak memiliki maksud apapun kecuali memikirkan kondisi saudaranya seiman yang belum memiliki istri. Keinginan berbuat baiknya itulah yang sampai memunculkan ide aneh tersebut. Akan tetapi sebagaimana kita ketahui, Abdurrahman bin Auf menolak tawaran itu, dan ia sebagai orang baru di Madinah hanya ingin ditunjukkan jalan ke pasar.
Ini hanya satu contoh saja, bahwa dalam konteks pernikahan, hendaknya dikaitkan dengan proyek besar dakwah Islam. Jika kecantikan gadis harapan anda bernilai 100 poin, tidakkah anda bersedia menurunkan 20 atau 30 poin untuk bisa mendapatkan kebaikan dari segi yang lain? ketika pilihan itu membawa maslahat bagi dakwah, mengapa tidak ditempuh? Jika gadis harapan anda berusia 20 tahun, tidakkan anda bersedia sedikit memberikan toleransi dengan masalahat kepada wanita yang lebih mendesak untuk segera menikah disebabkan desakan usia? Jika anda adalah wanita muda usia, dan ditanya ? dalam konteks pernikahan ? oleh seorang lelaki yang sesuai kriteria harapan anda, mampukah anda mengatakan kepada dia, "saya memang telah siap menikah, akan tetapi si B sahabat saya, lebih mendesak untuk segera menikah".
Atau kita telah sepakat untuk tidak mau melihat realitas itu, karena bukanlah tanggung jawab kita ? Ini urusan masing-masing. Keberuntungan dan keidakberuntungan adalah soal takdir yang tidak berada di tangan kita. Masya Allah, seribu dalil bisa kita gunakan untuk mengabsahkan pikiran individualistik kita. Akan tetapi hendaknya kita ingat pesan kenabian berikut:
"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta, kasih sayang dan kelembutan hati mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh menderita sakit, terasakanlah sakit tersebut di seluruh tubuh hingga tidak bisa tidur dan panas" (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Bisa jadi kebahagiaan pernikahan kita telah menyakitkan dan mengiris-ngiris hati beberapa orang lain. Setiap saat mereka mendapatkan undangan pernikahan, harus membaca, dan menghadiri dengan perasaan yang sedih, karena jodoh tak kunjung datang, sementara usia terus bertambah, dan kepercayaan diri semakin berkurang.
Disinilah perlunya kita berfikir tentang kemaslahatan dakwah dalam proses pernikahan muslim.



Sumber : www.buku "di jalan dakwah aku menikah".

Senin, 19 Januari 2009

Jangan Bilang "Terserah Allah"

Seandainya Rasulullah berkata, “Terserah…” ketika Malaikat menawarkan diri untuk membalikkan gunung untuk ditimpakan kepada masyarakat Thaif yang telah menolak, menghina dan mendzalimi Rasulullah dan para sahabatnya, mungkin tidak ada orang beriman dari kota Thaif, dan cerita selanjutnya pun akan berbeda.

Kalau Muhammad Rasulullah Saw kecewa dan marah, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah dan malaikat-Nya untuk memberikan ganjaran yang setimpal –atau seberat-beratnya- kepada para penduduk yang membenci dan mencederainya, maka sejarah tentang keteladanan Muhammad tidak akan terukir indah. Sebab segala apa yang dilakukan Rasulullah, sejak dari kecil hingga besar, mulai dari diamnya, kata-katanya, duduk, berdiri dan jalannya, serta gerak-gerik sekecil apapun adalah kisah-kisah indah yang tak terpisahkan.

Misalkan masyarakat Thaif benar-benar musnah setelah ditimbun gunung atas seizin Rasulullah, dan masyarakat di kota-kota lainnya melihat apa yang terjadi di Thaif itu, mungkin mereka yang sebelumnya terpesona dengan ajaran Islam akan mundur dan lari dari Islam. Yang semula memuji akhlak Muhammad, akan mencibir dan tak lagi mau menjadi pengikutnya, menyelami dan mengamalkan ajarannya.

Muhammad memang manusia pilihan, dan pilihan Allah tidak pernah salah. Ketika Thaif menghujaninya dengan batu hingga ia terluka, bahkan malaikat yang konon tak memiliki perasaan pun bisa marah hingga menawari Muhammad untuk membalikkan sebuah gunung ke masyarakat Thaif, Muhammad menolaknya, “Mereka hanya belum tahu…” ini jawaban dari lidah yang senantiasa terperlihara indah itu.

Nabi Allah yang terkenal karena kemuliaan hati dan akhlaknya itu tak sedikitpun marah, apalagi menaruh dendam atas penolakan dan penghinaan yang diterimanya. Padahal, kalau ia mau, orang yang meludahinya bisa saja tiba-tiba tidak bisa bicara, atau putus lidahnya. Kemudian orang yang menghina mulutnya penuh borok yang tak kan pernah sembuh seumur hidup. Batu yang diarahkan ke dirinya berbalik mengenai yang si pelempar, yang menendang kakinya lumpuh, bahkan sekadar memeloti saja bisa buta.

Muhammad bisa bilang, “Ya Allah, dia mengejek saya, cabut nyawanya sekarang” maka matilah orang itu. Bisa juga Muhammad berdoa, “Ya Allah, siapapun yang menolak saya, putuskan rezekinya”, atau doa, “Orang ini tak menerima ajaran Islam, bahkan menghasut orang lain untuk menolaknya, buatlah ia miskin ya Allah”. Atau setidaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, “Terserah Engkau ya Allah akan ditimpakan musibah jenis apa mereka yang telah menghina agama-Mu…”

Tapi fasilitas itu tidak diminta oleh Muhammad, karena ia tahu masyarakat akan semakin menolak dan membencinya. Dakwah Rasulullah justru berhasil dengan kemuliaan akhlak dan tutur kata. Keindahan perilaku Muhammad berbuah manis dengan diterimanya Islam di kemudian hari.

Bedanya dengan kita, diejek teman tidak cukup balas mengejek, ditambah memukul plus sebaris sumpah, “Saya sumpahin mulutmu sobek…”. Ada teman yang mengambil makanan di meja tanpa izin, si pemilik berucap, “Yang makan makanan saya perutnya buncit seumur hidup”. Pernah juga kita mendengar, “Saya sumpahin tertabrak kereta itu orang,” dari mulut orang yang baru saja kecopetan. Ketika didzalimi, kemudian kita menangis dan meminta bantuan Allah, “Ya Allah, hukumlah seberat-beratnya orang ini…”. Cerita lain, “dia sudah menyakiti saya selama bertahun-tahun, kebahagiaan saya adalah kalau melihat dia sengsara seumur hidup…”

Maka tak heran banyak fenomena yang menjadi pelajaran berharga bagi kita, ada orang yang selama berhari-hari sebelum meninggal berteriak kepanasan lantaran mencaplok hak orang lain secara semena-mena, dan baru meninggal kemudian setelah orang bersangkutan datang dan memaafkannya. Ada anak terlahir tidak bisa bicara karena ibunya pernah menghina saudaranya, dan saudaranya pernah berucap, “Saya tidak ikhlas dihina, saya doain semua keturunan kamu nggak bisa ngomong…” dan masih banyak kejadian lainnya.

Doa orang yang didzalimi tidak ada batas, bisa langsung terijabah. Hati-hati dengan doa yang diucapkan ketika kita marah dalam keadaan terdzalimi, perselisihan yang semestinya bisa diselesaikan dalam waktu beberapa hari, bisa berkepanjangan akibat sumpah dan doa buruk dari kita. Rasulullah mencontohkan dua hal; maafkan dan doakan untuk kebaikannya. Tidak perlu merasa rugi mendoakan kebaikan untuknya, Insya Allah kita mendapatkan lebih banyak kebaikan dari yang ia terima. Semoga kita bisa meneladani beliau. (gaw)

http://warnaislam.com

Cerita Ringan Ust. Yusuf Mansyur

Cerita ringan, dialog antara *Ust. Yusuf Mansur dengan Security
POM Bensin*. Agak panjang, tapi percaya deh enak kok dibacanya ….
SEMOGA BERMANFAAT dan menjadi nasihat terutama untuk diri saya sendiri.

Banyak yang mau berubah, tapi memilih jalan mundur. Andakah orangnya?

Satu hari saya jalan melintas di satu daerah. Tetidur di dalam mobil.
Saat terbangun, ada tanda pom bensin sebentar lagi. Saya pesen ke supir
saya: “Nanti di depan ke kiri ya”.
“Masih banyak, Pak Ustadz”.
Saya paham. Supir saya mengira saya pengen beli bensin. Padahal bukan.
Saya pengen pipis.
Begitu berhenti dan keluar dari mobil, ada seorang sekuriti.
“PakUstadz!”. Dari jauh ia melambai dan mendekati saya.
Saya menghentikan langkah. Menunggu beliau.
“Pak Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak Ustadz. Biasanya kan
hanya melihat di TV saja…”. Saya senyum aja. Ga ke-geeran, insya Allah,
he he he.
“Saya ke toilet dulu ya”.
“Nanti saya pengen ngobrol boleh Ustadz?”
“Saya buru-buru loh. Tentang apaan sih?”
“Saya bosen jadi satpam Pak Ustadz”.
Sejurus kemudian saya sadar, ini Allah pasti yang “berhentiin” saya.
Lagi enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun pengen pipis. Eh nemu
pom bensin. Akhirnya ketemu sekuriti ini. Berarti barangkali saya kudu
bicara dengan dia. Sekuriti ini barangkali “target operasi” dakwah hari
ini. Bukan jadwal setelah ini. Begitu pikir saya.
Saya katakan pada sekuriti yang mulia ini, “Ok, ntar habis dari toilet ya”.

“Jadi, pegimana? Bosen jadi satpam? Emangnya ga gajian?”, tanya saya
membuka percakapan. Saya mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan
beliau ini. Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart nya
yang dilengkapi fasilitas ngopi-ngopi ringan.
“Gaji mah ada Ustadz. Tapi masa gini-gini aja?”
“Gini-gini aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu.
Distel kayak apa juga, agak susah buat ngerubahnya”.
“Wah, ustadz langsung nembak aja nih”.
Saya meminta maaf kepada sekuriti ini umpama ada perkataan saya yang
salah. Tapi umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama
Allah ga mau mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya
begitu-begitu saja.
“Udah shalat ashar?”
“Barusan Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya
ga? Ya saya pikir sama saja”.
“Oh, jadi ga apa-apa telat ya? Karena situ pikir kerja situ adalah juga
ibadah?”
Sekuriti itu senyum aja.
Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa tidak. Artinya, sekuriti itu
bisa benar-benar menganggap kerjaannya ibadah, tapi bisa juga ga. Cuma
sebatas omongan doangan. Lagian, kalo nganggap kerjaan-kerjaan kita
ibadah, apa yang kita lakukan di dunia ini juga ibadah, kalau kita
niatkan sebagai ibadah. Tapi, itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni
kalau ibadah wajibnya, tetap nomor satu. Kalau ibadah wajibnya nomor
tujuh belas, ya disebut bohong dah tuh kerjaan adalah ibadah. Misalnya
lagi, kita niatkan usaha kita sebagai ibadah, boleh ga? Bagus malah.
Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita menerima tamu sementara Allah
datang. Artinya kita menerima tamu pas waktu shalat datang, dan kemudian
kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka yang demikian masihkah
pantas disebut usaha kita adalah ibadah? Apalagi kalau kemudian hasil
kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih sedikit ketimbang buat
kebutuhan-kebutuhan kita. Kayaknya perlu dipikirin lagi tuh
sebutan-sebutan ibadah.
“Disebut barusan itu maksudnya jam setengah limaan ya? Saya kan baru jam
5 nih masuk ke pom bensin ini”, saya mengejar.
“Ya, kurang lebih dah”.
Saya mengingat diri saya dulu yang dikoreksi oleh seorang faqih, seorang
‘alim, bahwa shalat itu kudu tepat waktu. Di awal waktu. Tiada disebut
perhatian sama Yang Memberi Rizki bila shalatnya tidak tepat waktu.
Aqimish shalaata lidzikrii, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Lalu,
kita bersantai-santai dalam mendirikan shalat. Entar-entaran. Itu kan
jadi sama saja dengan mengentar-entarkan mengingat Allah. Maka lalu saya
ingatkan sekuriti yang entahlah saya merasa he is the man yang Allah
sedang berkenan mengubahnya dengan mempertemukan dia dengan saya.
“Gini ya Kang. Kalo situ shalatnya jam setengah lima, memang untuk
mengejar ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh perjalanan satu
setengah jam andai ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang dikit. Bila
dalam sehari semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan
sejak akil baligh, sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka
berapa jarak ketertinggalan kita tuh? 5x satu setengah jam, lalu dikali
sekian hari dalam sebulan, dan sekian bulan dalam setahun, dan dikali
lagi sekian tahun kita telat. Itu baru telat saja, belum kalo
ketinggalan atau kelupaan, atau yang lebih bahayanya lagi kalau
bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja mestinya kita dari
senang”.
Saudara-saudaraku Peserta KuliahOnline, percakapan ini kurang lebih
begitu. Mudah-mudahan sekuriti ini paham apa yang saya omongin. Dari
raut mukanya, nampaknya ia paham. Mudah-mudahan demikian juga
saudara-saudara ya? He he he. Belagu ya saya? Masa omongan cetek begini
kudu nanya paham apa engga sama lawan bicara?
Saya katakan pada dia. Jika dia alumni SMU, yang selama ini telat
shalatnya, maka kawan-kawan selitingnya mah udah di mana, dia masih
seperti diam di tempat. Bila seseorang membuka usaha, lalu ada lagi yang
buka usaha, sementara yang satu usahanya maju, dan yang lainnya sempit
usahanya, bisa jadi sebab ibadah yang satu itu bagus sedang yang lain tidak.
Dan saya mengingatkan kepada peserta KuliahOnline untuk tidak
menggunakan mata telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat,
dan cenderung jahat lalu hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan
yang satu yang rajin shalat dan banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah.
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan seperti ini cukup kompleks. Tapi
bisa diurai satu satu dengan bahasa-bahasa kita, bahasa-bahasa kehidupan
yang cair dan dekat dengan fakta. Insya Allah ada waktunya pembahasan
yang demikian.
Kembali kepada si sekuriti, saya tanya, “Terus, mau berubah?”
“Mau Pak Ustadz. Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga
serius?”
“Ya udah, deketin Allah dah. Ngebut ke Allah nya”.
“Ngebut gimana?”
“Satu, benahin shalatnya. Jangan setengah lima-an lagi shalat asharnya.
Pantangan telat. Buru tuh rizki dengan kita yang datang menjemput Allah.
Jangan sampe keduluan Allah”.
Si sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby
di atas sajadah. Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama Yang
Bagi-bagiin rizki. Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini. Kan
aneh. Dia pada kerja supaya dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi giliran
Allah memanggil, sedang Allah lah Tuhan yang sejatinya menjadikan
seseorang bekerja, malah kelakuannya seperti ga menghargai Allah. Nemuin
klien, rapih, wangi, dan persiapannya masya Allah. Eh, giliran ketemu
Allah, amit-amit pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak segan-segan
menunjukkan wajah dan fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal sama Allah.
“Yang kedua,” saya teruskan. “Yang kedua, keluarin sedekahnya”.
Saya inget betul. Sekuriti itu tertawa. “Pak Ustadz, pegimana mau
sedekah, hari gini aja nih, udah pada habis belanjaan. Hutang di warung
juga terpaksa dibuka lagi,. Alias udah mulai ngambil dulu bayar belakangan”.
“Ah, ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?”
“Satu koma tujuh, Pak ustadz”.
“Wuah, itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang
sering sebut orang kecil, itu udah gede”.
“Yah, pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, bayar susu anak, bayar ini
bayar itu. Emang ga cukup Pak ustadz”.
“Itu kerja bisa gede, emang udah lama kerjanya?”
“Kerjanya sih udah tujuh taon. Tapi gede gaji bukan karena udah lama
kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, ustadz”.
“Koq bisa?”
“Ya, sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana gitu
sampe ketemu angka 1,7jt”.
“Terus, kenapa masih kurang?”
“Ya itu, sebab saya punya tanggungan banyak”.
“Secara dunianya, lepas aja itu tanggungan. Kayak motor. Ngapain juga
ente kredit motor? Kan ga perlu?”
“Pengen kayak orang-orang Pak Ustadz”.
“Ya susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, motornya. Bukan
ilmu dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot”.
Sekuriti ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu.
Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia
nutupin kebutuhan dia yang lain. Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air
dan listrik. Kalo ngelihat keuangan model begini, ya nombok dah jadinya.
“Ya udah, udah keterlanjuran ya? Ok. Shalatnya gimana? Mau diubah?”
“Mau Ustadz. Saya benahin dah”.
“Bareng sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal,
lakukan berdua. Makin cakep kalo anak-anak juga dikerahin. Ikutan
semuanya ngebenahin shalat”.
“Siap ustadz”.
“Tapi sedekahnya tetap kudu loh”.
“Yah Ustadz. Kan saya udah bilang, ga ada”.
“Sedekahin aja motornya. Kalo engga apa keq”.
“Jangan Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya.
Tabungan juga ga ada. Emas juga ga punya”.
Sekuriti ini berpikir, saya kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi saya
akan cari terus. Sebab tanggung. Kalo dia hanya betulin shalatnya saja,
tapi sedekahnya tetap ga keluar, lama keajaiban itu akan muncul.
Setidaknya menurut ilmu yang saya dapat. Kecuali Allah berkehendak lain.
Ya lain soal itu mah.
Sebentar kemudian saya bilang sama ini sekuriti, “Kang, kalo saya
unjukin bahwa situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya, situ mau
percaya?”. Si sekuriti mengangguk. “Ok, kalo sudah saya tunjukkan, mau
ngejalanin?”. Sekuriti ini ngangguk lagi. “Selama saya bisa, saya akan
jalanin,” katanya, manteb.
“Gajian bulan depan masih ada ga?”
“Masih. Kan belum bisa diambil?”
“Bisa Dicoba dulu”.
“Entar bulan depan saya hidup pegimana?”
“Yakin ga sama Allah?”
“Yakin”.
“Ya kalo yakin, titik. Jangan koma. Jangan pake kalau”.
Sekuriti ini saya bimbing untuk kasbon. Untuk sedekah. Sedapetnya. Tapi
usahakan semua. Supaya bisa signifikan besaran sedekahnya. Sehingga
perubahannya berasa. Dia janji akan ngebenahin mati-matian shalatnya.
Trmasuk dia akan polin shalat taubatnya, shalat hajatnya, shalat dhuha
dan tahajjudnya. Dia juga janji akan rajinin di waktu senggang untuk
baca al Qur’an. Perasaan udah lama banget dia emang ga lari kepada
Allah. Shalat Jum’at aja nunggu komat, sebab dia sekuriti. Wah, susah
dah. Dan itu dia aminin. Itulah barangkali yang sudah membuat Allah
mengunci mati dirinya hanya menjadi sekuriti sekian tahun, padahal dia
Sarjana Akuntansi!
Ya, rupanya dia ini Sarjana Akuntansi. Pantesan juga dia ga betah dengan
posisinya sebagai sekuriti. Ga kena di hati. Ga sesuai sama rencana.
Tapi ya begitu dah hidup. Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Yang
penting kerja dan ada gajinya.
Bagi saya sendiri, ga mengapa punya banyak keinginan. Asal keinginan itu
keinginan yang diperbolehkan, masih dalam batas-batas wajar Dan ga
apa-apa juga memimpikan sesuatu yang belom kesampaian sama kita. Asal
apa? Asal kita barengin dengan peningkatan ibadah kita. Kayak sekarang
ini, biarin aja harga barang pada naik. Ga usah kuatir. Ancem aja diri,
agar mau menambah ibadah-ibadahnya. Jangan malah berleha-leha. Akhirnya
hidup kemakan dengan tingginya harga,. Ga kebagian.

Sekuriti ini kemudian maju ke atasannya, mau kasbon. Ketika ditanya buat
apa? Dia nyengir ga jawab. Tapi ketika ditanya berapa? Dia jawab, Pol.
Satu koma tujuh. Semuanya.
“Mana bisa?” kata komandannya.
“Ya Pak, saya kan ga pernah kasbon. Ga pernah berani. Baru ini saya berani”.
Komandannya terus mengejar, buat apa? Akhirnya mau ga mau sekuriti ini
jawab dengan menceritakan pertemuannya dengan saya.
Singkat cerita, sekuriti ini direkomendasikan untuk ketemu langsung sama
ownernya ini pom bensin. Katanya, kalau pake jalur formal, dapet
kasbonan 30% aja belum tentu lolos cepet. Alhamdulillah, bos besarnya
menyetujui. Sebab komandannya ini ikutan merayu, “Buat sedekah katanya
Pak”, begitu kata komandannya.
Subhaanallaah, satu pom bensin itu menyaksikan perubahan ini. Sebab
cerita si sekuriti ini sama komandannya, yang merupakan kisah
pertemuannya dengan saya, menjadi kisah yang dinanti the end story nya.
Termasuk dinanti oleh bos nya.
“Kita coba lihat, berubah ga tuh si sekuriti nasibnya”, begitu lah
pemikiran kawan-kawannya yang tahu bahwa si sekuriti ini ingin berubah
bersama Allah melalui jalan shalat dan sedekah.
Hari demi hari, sekuriti ini dilihat sama kawan-kawannya rajin betul
shalatnya. Tepat waktu terus. Dan lumayan istiqamah ibadah-ibadah
sunnahnya. Bos nya yang mengetahui hal ini, senang. Sebab tempat
kerjanya jadi barokah dengan adanya orang yang mendadak jadi saleh
begini. Apalagi kenyataannya si sekuriti ga mengurangi kedisiplinan
kerjaannya. Malah tambah cerah muka nya.
Sekuriti ini mengaku dia cerah, sebab dia menunggu janjinya Allah. Dan
dia tahu janji Allah pastilah datang. Begitu katanya, menantang ledekan
kawan-kawannya yang pada mau ikutan rajin shalat dan sedekah, asal
dengan catatan dia berhasil dulu.
Saya ketawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa,
saya demen ama yang begini. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan
tinggal diam. Dan barangkali akan betul-betul mempercepat perubahan
nasib si sekuriti. Supaya benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah
bagi yang belum punya iman. Dan saya pun tersenyum dengan keadaan ini,
sebab Allah pasti tidak akan mempermalukannya juga, sebagaimana Allah
tidak akan mempermalukan si sekuriti.
Suatu hari bos nya pernah berkata, “Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga
kasbon saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka
kelihatannya dia gagal. Sebab buat apa sedekah 1 bulan gaji di depan
yang diambil di muka, kalau kemudian kas bon. Percuma”.
Tapi subhaanallah, sampe akhir bulan berikutnya, si sekuriti ini ga kasbon.
Berhasil kah?
Tunggu dulu. Kawan-kawannya ini ga melihat motor besarnya lagi. Jadi,
tidak kasbonnya dia ini, sebab kata mereka barangkali aman sebab jual
motor. Bukan dari keajaiban mendekati Allah.
Saatnya ngumpul dengan si bos, ditanyalah si sekuriti ini sesuatu urusan
yang sesungguhnya adalah rahasia dirinya.
“Bener nih, ga kasbon? Udah akhir bulan loh. Yang lain bakalan gajian.
Sedang situ kan udah diambil bulan kemaren”.
Sekuriti ini bilang tadinya sih dia udah siap-siap emang mau kasbon kalo
ampe pertengahan bulan ini ga ada tanda-tanda. Tapi kemudian cerita si
sekuriti ini benar-benar bikin bengong orang pada.
Sebab apa? Sebab kata si sekuriti, pasca dia benahin shalatnya, dan dia
sedekah besar yang belum pernah dia lakukan seumur hidupnya, yakni
hidupnya di bulan depan yang dia pertaruhkan, trjadi keajaiban. Di
kampung, ada transaksi tanah, yang melibatkan dirinya. Padahal dirinya
ga trlibat secara fisik. Sekedar memediasi saja lewat sms ke pembeli dan
penjual. Katanya, dari transaksi ini, Allah persis mengganti 10x lipat.
Bahkan lebih. Dia sedekah 1,7jt gajinya. Tapi Allah mengaruniainya
komisi penjualan tanah di kampungnya sebesar 17,5jt. Dan itu trjadi
begitu cepat. Sampe-sampe bulan kemaren juga belum selesai. Masih
tanggalan bulan kemaren, belum berganti bulan.
Kata si sekuriti, sadar kekuatannya ampe kayak gitu, akhirnya dia malu
sama Allah. Motornya yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual!
Uangnya melek-melek buat sedekah. Tuh motor dia pake buat ngeberangkatin
satu-satunya ibunya yang masih hidup. Subhaanallaah kan? Itu jual motor,
kurang. Sebab itu motor dijual cepat harganya ga nyampe 13 juta. Tapi
dia tambahin 12 juta dari 17jt uang cash yang dia punya. Sehingga ibunya
punya 25 juta. Tambahannya dari simpenan ibunya sendiri.
Si sekuriti masih bercerita, bahwa dia merasa aman dengan uang 5 juta
lebihan transaksi. Dan dia merasa ga perlu lagi motor. Dengan uang ini,
ia aman. Ga perlu kasbon.
Mendadak si bos itu yang kagum. Dia lalu kumpulin semua karyawannya, dan
menyuruh si sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang dilaluinya
selama 1 bulan setengah ini.
Apakah cukup sampe di situ perubahan yang trjadi pada diri si sekuriti?
Engga. Si sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut
sebagai sarjana S1 Akuntansi. Lalu dia dimutasi di perusahaan si owner
yang lain, dan dijadikan staff keuangan di sana. Masya Allah, masya
Allah, masya Allah. Berubah, berubah, berubah.

Saudara-saudaraku sekalian. Cerita ini bukan sekedar cerita tentang
Keajaiban Sedekah dan Shalat saja. Tapi soal tauhid. soal keyakinan dan
iman seseorang kepada Allah, Tuhannya. Tauhid, keyakinan, dan imannya
ini bekerja menggerakkan dia hingga mampu berbuat sesuatu. Tauhid yang
menggerakkan! Begitu saya mengistilahkan. Sekuriti ini mengenal Allah.
Dan dia baru sedikit mengenal Allah. Tapi lihatlah, ilmu yang sedikit
ini dipake sama dia, dan diyakini. Akhirnya? Jadi! Bekerja penuh buat
perubahan dirinya, buat perubahan hidupnya.
Subhaanallaah, masya Allah.

Dan lihat juga cerita ini, seribu kali si sekuriti ini berhasil keluar
sebagai pemenang, siapa kemudian yang mengikuti cerita ini? Kayaknya
kawan-kawan sepom bensinnya pun belum tentu ada yang mengikuti jejak
suksesnya si sekuriti ini. Barangkali cerita ini akan lebih dikenang
sebagai sebuah cerita manis saja. Setelah itu, kembali lagi pada
rutinitas dunia. Yah, barangkali tidak semua ditakdirkan menjadi
manusia-manusia pembelajar.

Pertanyaan ini juga layak juga diajukan kepada Peserta KuliahOnline yang
saat ini mengikuti esai ini? Apa yang ada di benak Saudara? Biasa
sajakah? Atau mau bertanya, siapa sekuriti ini yang dimaksud? Di mana
pom bensinnya? Bisa kah kita bertemu dengan orang aslinya? Berdoa saja.
Sebab kenyataannya juga buat saya tidak gampang menghadirkan testimoni
aslinya. Semua orang punya prinsip hidup yang berbeda. Di antara semua
peserta KuliahOnline saja ada yang insya Allah saya yakin mengalami
keajaiban-keajaiban dalam hidup ini. Sebagiannya memilih diam saja, dan
sebagiannya lagi memilih menceritakan ini kepada satu dua orang saja,
dan hanya orang-orang tertentu saja yang memilih untuk benar-benar
terbuka untuk dicontoh. Dan memang bukan apa-apa, ketika sudah
dipublish, memang tidak gampang buat seseorang menempatkan dirinya untuk
menjadi contoh.

Yang lebih penting buat kita sekarang ini, bagaimana kemudian kisah ini
mengisnpirasikan kita semua untuk kemudian sama-sama mencontoh saja
kisah ini. Kita ngebut sengebut2nya menuju Allah. Yang merasa dosanya
banyak, sudah, jangan terus-terusan meratapi dosanya. Kejar saja ampunan
Allah dengan memperbanyak taubat dan istighfar, lalu mengejarnya dengan
amal saleh. Persis seeperti yang kemaren-kemaren juga dijadikan
statement esai penutup.

Kepada Allah semua kebenaran dan niat dikembalikan. Salam saya buat
keluarga dan kawan-kawan di sekeliling saudara semua. Saya merapihkan
tulisan ini di halaman parkir rumah sakit Harapan Kita. Masih di dalam
mobil. Sambil menunggu dunia terang. Insya Allah hari ini bayi saya,
Muhammad Yusuf al Haafidz akan pulang ke rumah untuk yang pertama
kalinya. Terima kasih banyak atas doa-doanya dan perhatiannya.
Mudah-mudahan allah membalas amal baik saudara semua.

Dari semalam saya tulis esai ini. Tapi rampungnya sedikit sedikit. Ini
juga tadinya bukan esai sekuriti ini yang mau saya jadikan tulisan. Tapi
ya Allah jugalah yang menggerakkan tangan ini menulis.
Semalam, file yang dibuka adalah tentang langkah konkrit untuk berubah.
Lalu saya lampirkan kalimat pendahuluan. Siapa sangka, kalimat
pendahuluan ini saja sudah 10 halaman, hampipr 11 halaman. Saya pikir,
esai ini saja sudah kepanjangan. Jadi, ya sampe ketemu dah di esai
berikutnya. Saya berhutang banyak kepada saudara semua. Di antaranya,
saya jadi ikut belajar.
Semalam saya ikutan tarawih di pesantren Daarul Qur’an internasional.
Sebuah pesantren yang dikemas secara modern dan internasional. Tapi
tarawihnya dijejek 1 juz sekali tarawih. Masya Allah, semua yang
terlibat, terlihat menikmati. Ga makmumnya, ga imam-imamnya, ga para
tamu dan wali santri yang ikut. Semua menikmati. Jika ada di antara
peserta KuliahOnline yang pengen ikutan tarawih 1 juz ini, silahkan
datang saja langsung ya. Insya Allah saya usahakan ada. Sebab saya juga
kebagian menjadi salah satu imam jaganya. Ya, kondisi-kondisi begini
yang saya demen. Saya kurangin jadwal, tapi masih tetep bisa ngajar
lewat KuliahOnline ini. Dan saya masih sempet mengkader ustadz-ustadz
muda untuk diperjalankan ke seantero negeri. Sementara saya akhirnya
bisa mendampingi para santri dan guru-guru memimpin dan mengembangkan
pesantren Daarul Qur’an ini.

Ok, kelihatannya matahari sudah mulai kelihatan. Saya baru pulang juga
langsung dari TPI. Siaran langsung jam 5 ba’da shubuh tadi. Istri saya
meluncurnya dari rumah. Doakan keluarga kami ya. Saya juga tiada henti
mendoakan saudara dan jamaah semua. (Tauziah)