Allahu Akbar

Selasa, 28 Juli 2009

Panitia Gebyar Ramadhan 1430 H

Assalamu'alaikum, Wr.Wb

Dalam rangka menyambut datangya Bulan Suci Ramadhan 1430H yang akan datang, Majelis Ta’lim Barokatul Ummah telah melaksanakan musyawarah bersama pada hari sabtu 26 Juli 2009 yang lalu.

Pada musyawarah bersama tersebut telah disepakati dan diputuskan mengenai agenda kegiatan dan pemilihan Panitia Gebyar Ramadhan 1430 H di lingkungan Masjid Al-Mukhlisin Komp. Sawangan Regensi. Untuk susunan kegiatan dan Koordinatornya adalah sbb :

Panitia Hari Besar Islam “Gebyar Ramadhan 1430H”

Ketua : Bpk. Benny Oktavianus (F-24)
Sekertaris : Bpk. Pungkas Karyantama (H-2)
Bendahara : Ibu Lenny (F - 11)

Koordinator Kegiatan.

Koord. Tarhib Ramadhan : Bpk. Cahyo (H-1)
Koord. Peribadatan : Bpk. Suripto (A-10)
(Shalat Tarawih & Tadarusan)
Koord. Nuzulul Qur’an & Buka Puasa Bersama : Ibu Ade Herawati (B-2)
Koord. Zakat, Infaq, Fidyah + Shodaqah : Bp. Uci Sanusi (D-3)
Koord. ‘Itikaf & Sahur Bersama (10 hari terkahir): Bpk. Anom (E-17)
Koord. Takbir Bersama & Sholat “Iedhul Fitri : Bpk. Heri Setiawan (B-2)
Koord. Halal bil Halal : Bpk. Bambang (D-1)

Demikian yang dapat kami sampaikan, terima kasih atas perhatiannya dan semoga Allah SWT memberikan keberkahan bagi kita semua amiin yaa robbal’alamin.


Wassalamu'alaikum,Wr.Wb
Pengurus Majelis Ta’lim Barokatul Ummah

Sumbangan Instalasi Listrik Untuk Masjid

Assalamu'alaikum, Wr.Wb

Ikhwafillah Rohimakumullah, alhamdulilah tadi malam Pak Ali menyampaikan bahwsannya Pak Bambang sekeluarga (D-1) atas izin Allah SWT menyumbang untuk pemasangan instalasi listrik di Masjid. Hal ini pun sudah kami teruskan ke Pak Yayan (Developer) dan semoga nanti dapat kita lakukan koordinasi dengan baik agar proses instalasi listrik dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan.

Semoga Allah SWT menerima amal ibadah Pak Bambang sekeluarga dan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda, amiin.

Demikian yang dapat kami sampaikan, jazakumullah khoirun katsisron.

Wassalamu'alaikum, Wr.Wb

Sumbangan 1 Set Sound System Untuk Masjid

Assalamu'alaikum, Wr.Wb

Ikhwafillah Rohimakumullah, alhamdulilah tadi malam (ba'da Isya) kita kedatangan saudara yang belum lama ini pindah ke Sawangan Regensi. Pak Cahyo Puspito demikian nama beliau, rumah beliau di Blok L-8. Kami pengurus Majelis Ta'lim menyambut silaturrahmi beliau.

Dalam pertemuan dan perkenalan tersebut Pak Cahyo menyatakan bahwa keluarga beliau (khususnya kakak beliau yakni Pak H. Estu Prayogo) atas izin Allah SWT akan memberikan sumbangan 1 Set Sound System dengan merk TOA sekaligus instalasinya. Informasi yang tadi pagi saya peroleh bahwsannya instalasi Sound System tersebut yang semula akan dilaksanakan ba'da Dzuhur menjadi ba'da Dhuha (sekitar jam 8.30) hari Sabtu 1 Agustus 2009. Untuk itu mohon kesediaan dari Ikhwah semua agar dapat turut hadir di Masjid guna membantu proses instalasi tersebut.

Semoga Allah SWT menerima amal ibadah Pak Cahyo sekeluarga khususnya Pak H. Estu Prayogo dan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda, amiin.

Demikian yang dapat kami sampaikan, jzakumullah khoirun katsisron.

Wassalamu'alaikum, Wr.Wb

Jumat, 03 April 2009

MENGUCAP SYUKUR

Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena kebutaannya itu..
Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang
kecuali kekasihnya. Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan
menghiburnya. Dia berkata akan menikahi kekasihnya hanya jika dia bisa melihat
dunia.

Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya sehingga dia
bisa melihat semua hal, termasuk kekasihnya. Kekasihnya bertanya, "Sekarang
kamu bisa melihat dunia. Apakah kamu mau menikah
denganku?"
Gadis itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Dia menolak
untuk menikah dengannya.

Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, dan kemudian menulis sepucuk surat
singkat kepada gadis itu, "Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya."

* * * * *

Kisah di atas memperlihatkan bagaimana pikiran manusia berubah saat status
dalam hidupnya berubah. Hanya sedikit orang yang ingat bagaimana keadaan hidup
sebelumnya dan lebih sedikit lagi yang ingat terhadap siapa harus berterima
kasih karena telah menyertai dan menopang bahkan di saat yang paling
menyakitkan.

Hidup adalah anugerah

Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata-kata kasar - Ingatlah
akan seseorang yang tidak bisa berbicara.

Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu - Ingatlah akan seseorang
yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Sebelum engkau mengeluh tentang suami
atau isterimu - Ingatlah akan seseorang yang menangis kepada Tuhan meminta
pasangan hidup.


Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu - Ingatlah akan seseorang yang
begitu cepat pergi ke surga.

Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu - Ingatlah akan seseorang yang
begitu mengaharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendapatnya.

Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan tidak ada yang
membersihkan atau menyapu lantai - Ingatlah akan orang gelandangan yang tinggal
di jalanan.

Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh - Ingatlah akan sesorang
yang harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sama.

Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu - Ingatlah akan para
penganguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu.


Sebelum engkau menuding atau menyalahkan orang lain - Ingatlah bahwa tidak ada
seorang pun yang tidak berdosa dan kita harus
menghadap pengadilan Tuhan.

Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu - Pasanglah senyuman di
wajahmu dan berterima kasihlah pada Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di
dunia ini.

Hidup adalah anugerah, jalanilah, nikmatilah, rayakan dan isilah itu.

NIKMATILAH SETIAP SAAT DALAM HIDUPMU, KARENA MUNGKIN ITU TIDAK AKAN TERULANG
LAGI!

Senin, 02 Maret 2009

Mama "De Facto"

Al-kisah, ada seorang pembantu rumah tangga (TKW) yang bernama Asih. Asih
berasal dari Jawa Tengah. Majikannya (suami-istri) bekerja. Sepasang
suami-istri yang super sibuk itu memiliki satu orang anak yang sangat
cantik, Nurbaiti namanya. Asih-lah yang mengajarkan Nurbaiti membaca
Al-Qur'an, mengajarkan shalat, menemani belajar, memberikan apresiasi bila
gadis mungil itu meraih prestasi. Sementara kedua orangtuanya sibuk
mengejar harta. Secara batin, Nurbaiti lebih dekat dengan Asih ketimbang
dengan kedua orang tuanya.

Suatu ketika kedua orangtua Nurbaiti mampu membeli mobil kelas menengah.
Nurbaitipun ikut senang. Gadis kecil itu menuangkannya dalam bentuk gambar
di atas secarik kertas. Mobil itu diberi warna-warna indah. Ia ingin
memberikan gambar mobil itu kepada mamanya. Ia ingin mamamnya bahagia. Ia
ingin mamanya tahu bahwa ia mampu menggambar mobil baru milik mereka.

Suatu sore Nurbaiti menanti mamanya pulang kerja. Dia sudah bersiap di
depan pintu ruang tamu dengan mendekap gambar mobil itu. Ia ingin membuat
kejutan buat mamanya. Begitu mamanya membuka pintu, Nurbaiti langsung
menyongsong, "Mama, aku ingin menunjukkan sesuatu pada mama".

Tanpa peduli dengan kesabaran Nurbaiti, sang mama berlalu sambil menjawab,
"Jangan sekarang ya, Mama lagi capek." Hati Nurbaiti terluka, ia sedih.
Gadis kecil itu berlari menuju kamar Asih. Ia menangis dalam pelukan sang
pembantu sampai ia tertidur.

Keesokan harinya, Nurbaiti bangun lebih pagi. Dengan hati yang masih
terluka ia pergi ke taman, mencabut bunga-bunga berduri. Dengan dua genggam
bunga berduri di tangan, ia goreskan bunga itu ke mobil baru orangtuanya.
Nurbaiti tak peduli tangannya berdarah, dia terus menggoreskan bunga itu
hingga sebagian besar badan mobil tergores.

Saat orangtua hendak berangkat kerja, terkejutlah mereka. Ibunda Nurbaiti
tak bisa menahan emosi. Ia cari Nurbaiti dan ia pukul tangan Nurbaiti
berulang kali. Darah segar mengalir kembali di tangan Nurbaiti. Dengan hati
kesal, mereka berangkat kerja meninggalkan Nurbaiti yang menangis dalam
pelukan Asih.

Hari berganti hari, ternyata luka di tangah Nurbaiti tak kunjung sembuh
bahkan semakin parah. Nurbaitiu pun akhirnya dirawat di rumah sakit. Karena
luka di tangan itu semakin membusuk dan meluas, dokter memutuskan, tangan
kanan Nurbaiti harus diamputasi. Kedua orangtuanya sedih, menyesal dan tak
bisa berbuat apapun.

Mereka pasrah.

Setelah 22 hari dirawat di rumah sakit, perban di tangan Nurbaiti dibuka.
Terkejtulah anak semata wayang itu ketika tahu bahwa tangan kanannya telah
tiada. Dia menangis tiada henti. Dia selalu bertanya, kenapa tangannya
hilang? Karena tangisnya tak kunjung reda, Asih menelpon kedua orangtuanya
agar segera datang ke rumah sakit. Melihat mamanya datang, Nurbaiti justru
ketakutan. Nurbaiti berlindung di pelukan Asih. Nurbaiti terus menangis
sambil berteriak, "Mama, kembalikan tanganku, aku janji tidak akan
memperlihatkan gambar mobilku kepada Mama. Biar Ka Asih saja yang melihat.

Tapi Mama, kembalikan tangaku... kembalikan tanganku mama...".

Sang Mama tak bisa berkata selain menyesali keadaan. Dengan terbata sang
Mama berkata, "Maafkan mama sayang, maafkan mama." Sang Mama menangis
sejadi-jadinya. Ia iri dengan Asih, seorang pembantu, namun telah menjadi
Mama De Facto bagi Nurbaiti...

Dikutip dari Menyemai Impian Meraih Sukses Mulia, Jamil Azzaini.

Catatan :
1. Keluarga adalah anugerah Allah yang tiada terhingga, yang tidak mungkin
pernah dapat digantikan dengan apapun di dunia ini. Oleh karena itu,
cintailah keluarga kita dengan setulus-tulusnya cinta kita, dengan segala
plus minusnya keluarga kita. Karena keluarga adalah tempat kita mencurahkan
segala gundah gulana, mencurahkan segala kasih sayang, dan tempat untuk
mendapatkan kehangatan lahir dan batin. Dan ternyata, banyak "orang-orang
sukses" yang lahir dari keluarga yang penuh dengan "kehangatan"...


2. Kendatipun pentingnya "harta" dalam kehidupan ini, namun jika terlalu
"berlebihan" dalam menggapainya, akan berdampak negatif terhadap sisi yang
lain, diantaranya adalah "penilaian" terhadap sesuatu dari sisi materi
ansikh... Padahal, substansi kebahagiaan adalah bukan dari materi. Namun
kebahagiaan bermula dari hati... Hati yang lapang, akan menjadikan
seseorang berbahagia, kendatipun beratnya beban kehidupan yang menimpanya.
Asih adalah diantara orang yang memiliki hati yang lapang, kendatipun
pekerjaannya hanya sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri.


3. Pembantu adalah "aset" berharga di tengah-tengah keluarga kita.
Hargailah pekerjaannya, manusiakanlah kehidupannya..... Dan terkadang, kita
harus belajar banyak dari keikhlasan mereka dalam bekerja, walaupun dengan
segala keterbatasan pengetahuan dan materi yang mereka miliki. Namun
ternyata mereka bekerja dengan
hati, melalukan segala pekerjaan rumah dengan tulus hati, mengasuh anak
majikan dengan setulus hati.... Jangan sampai, kita sebagai orang tua,
kita "kalah tulusnya" dibandingkan dengan pembantu kita di rumah kita
sendiri. Karena setiap orang memiliki "antena" yang dapat menangkap "sinyal
ketulusan" dari seseorang... Dan
anak sangat memiliki sensitiftas tinggi dalam menerima sinyal ketulusan
seseorang. Maka tuluslah...

4. Marilah kita asah "sinyal" ketulusan kita, dengan bersama-sama saling
menasehati dalam kebaikan. Marilah kita tingkatkan kembali ibadah kita
kepada Allah Swt...

a. Sudahkah kita Qiyamul Lail (shalat tahajjud) dalam sepekan ini.
Bangunlah di malam hari. Azamkan hati untuk menggapai ridha Ilahi... Shalat
malamlah... Walaupun hanya sekedar 3 rakaat shalat sunnah witir... Sungguh,
Allah Swt "menantikan" nama-Nya dipanggil oleh kita, di keheningan malam...
dari lubuk hati kita yang paling dalam...

b. Infak shadaqah kita, sudahkah hari ini, pekan ini, bulan ini kita
berinfak..? Berinfaklah, walaupun hanya seribu dua ribu rupiah.. atau
bahkan walaupun hanya sekedar memberikan senyuman kepada saudara kita...
yang penting, berinfaklah dari ketulusan dan keikhlasan jiwa kita...

c. Bacalah Al-Qur'an.... Demi Allah... dalam setiap kata Al-Qur'an,
terdapat kekuatan "cinta" yang hakiki yang perlu kita serap dan kita
"distribusikan" kepada sesama kita... Maka bacalah, walaupun hanya satu
atau dua halaman perhari...

d. Ingatlah orang tua kita, cium tangannya... walaupun mungkin kita hanya
bisa menciumnya dengan seuntai doa... Tapi sungguh, doa yang ikhlas dari
dalam diri kita... akan sangat berharga bagi orang tua kita...


Semoga Allah memberikan keridhaan-Nya kepada kita semua...

Rabu, 25 Februari 2009

Silaturahmi, Sebuah Solusi

Menebar kasih sayang terhadap sesama melalui
silaturahmi, subhanallah, akan terasa jauh lebih indah, lebih mengesankan, dan
luar biasa hasilnya sekiranya kita berusaha sekuat-kuatnya untuk memiliki kemampuan
muhasabah (menelisik diri), sehingga lebih mengenali siapa diri kita yang
sebenarnya. Artinya, kalaulah kita hendak mengingat-ingat dan mencari-cari aib
dan kejelekan, jangan sekali-kali tertuju kepada aib dan kejelekan orang lain
karena sungguh teramat terbatas pandangan kita untuk mampu melakukannya.



Kalau mau kita lakukan, ingat-ingat dan selidikilah
aib-aib dan kejelekan yang melumuri diri sendiri. Betapa akan kaget bahwa kita
yang selama ini begitu gemar menilai orang lain jelek, ternyata diri sendiri
malah jauh lebih busuk lagi! Sungguh akan malu sendiri ketika ternyata kita ini
tak lebih dari seorang yang hina dan gemar mengumpul-ngumpul dosa dengan mata,
tangan, mulut, hati, dan anggota tubuh lainnya.

Seorang ulama seperti Yunus bin `Ubaid saja pernah
mengaku, "Sesungguhnya aku menemukan seratus pekerti yang baik, di mana
tidak kulihat diriku sendiri memiliki satu pun di antaranya." Atau,
seperti pernah dikatakan Muhammad bin Wasi`, "Andaikata dosa itu mempunyai
bau, niscaya tak seorang pun yang mau duduk-duduk bersamaku!"

Rahasia silaturahmi

"Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu" (Q.S. An-Nisaa: 1).

Sahabat, tahukah tentang sesuatu yang paling cepat
dapat mendatangkan kebaikan ataupun sebaliknya, membuahkan kejahatan?
"Sesuatu yang paling cepat dapat mendatangkan kebaikan," sabda
Rasulullah saw., "adalah balasan (pahala) orang yang berbuat kebajikan dan
menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat mendatangkan
kejahatan ialah balasan (siksaan) orang yang berbuat jahat dan memutuskan
hubungan kekeluargaan" (H.R. Ibnu Majah).

Berbicara tentang silaturahmi, kita tidak hanya
membatasinya dengan sekadar saling bersalaman menyentuhkan tangan atau
permohonan maaf. Akan tetapi, lebih jauh daripada itu kita harus berbicara yang
hakiki, yakni tentang suatu kekuatan mental dan kemampuan yang tinggi dari hati
manusia. Hal ini sesuai dengan asal kata dari "silaturahmi" itu
sendiri, yakni shilat atau washl, yang berarti "menyambungkan" atau
"menghimpun" dan ar-rahiim, yang berarti "kasih sayang".

Pengertian "menyambungkan" adalah suatu
proses aktif dari sesuatu yang asalnya tidak tersambung. "Menghimpun"
biasanya mengandung makna dari sesuatu yang bercerai-berai dan berantakan,
menjadi sesuatu yang bersatu dan utuh kembali. Dalam hal ini Rasulullah saw.
bersabda, "Yang disebut bersilaturahmi itu bukanlah seseorang yang
membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahmi itu ialah
menyambungkan apa yang terputus" (H.R. Bukhari).

Oleh karena itu, adalah teramat penting bagi kita
untuk tidak hanya merekayasa gerak-gerik tubuh di dalam bersilaturahmi
tersebut, namun haruslah benar-benar bersungguh-sungguh menata hati agar kita
mempunyai kekuatan untuk bisa berbuat lebih baik dan lebih bermutu lagi
daripada apa yang dilakukan orang terhadap kita.

Kalau orang berkunjung kepada kita dan kita balas
mengunjunginya, ini tidak memerlukan kekuatan mental yang tinggi karena bisa
jadi hal itu dilakukan karena kita merasa berutang. Akan tetapi, ada orang yang
tidak pernah bersilaturahmi kepada kita, lalu dengan sengaja kita kunjungi
walaupun harus menempuh jarak yang cukup jauh dan memakan waktu, maka inilah
yang disebut silaturahmi. Apalagi kalau ada orang yang membenci kita, lalu kita
upayakan untuk menemuinya. Padahal, jelas hak-hak kita pernah terambil atau
hati kita sempat terlukai. Di sinilah kekuatan silaturahmi yang sebenarnya.

Pada suatu kesempatan Rasulullah saw. memberikan
taushiyah kepada para sahabatnya. "Hendaknya kalian mengharapkan kemuliaan
dari Allah," demikian sabdanya. "Apakah yang dimaksud itu, ya
Rasulullah?" tanya sahabat. Rasulullah kemudian bersabda lagi,
"Yaitu, hendaknya kalian suka menghubungkan tali silaturahmi kepada orang
yang telah memutuskan engkau, memberikan sesuatu (hadiah) kepada orang yang
tidak pernah memberi sesuatu kepada engkau, dan hendaknya engkau bersabar
(jangan lekas marah) kepada orang yang menganggap engkau bodoh" (H.R.
Al-Hakim).

Walhasil, betapa pentingnya bagi kita menyambungkan
kasih sayang (silaturahmi) itu.
Betapa tidak! Dengan kasih sayang yang
tersambung kepada makhluk-makhluk Allah, maka insya Allah Dia akan menyayangi
kita. Apabila Allah telah menyayangi kita, maka akan dahsyat sekali dampaknya
bagi kita karena kita akan menjadi orang yang paling beruntung dunia dan
akhirat.

Lihat saja bagimana seperseratus kasih sayang Allah
yang dibagi-bagikan kepada bermiliar-miliar makhluk yang ada di dunia ini.
Sampai-sampai induk ayam pun membela dan melindungi anak-anaknya. Orang tua
kita yang notabene tidak pernah bisa kita balas kebaikannya, tetapi mereka
senantiasa berusaha mencukupi kekurangan kita, memenuhi segala kebutuhan kita,
membela di kala kita teraniaya, serta melindungi saat kita terancam. Mereka pun
dengan sepenuh kasih sayang menuntun agar anak-anaknya tidak tergelincir ke
jalan yang salah dan menerangi agar anak-anaknya tidak tersesat walaupun harus
bersimbah peluh berkuah darah.

Demikianlah seperseratus kasih sayang Allah yang
ditebarkan dan dibagi-bagikan kepada makhluk-makhluk yang ada di bumi ini,
sudah sedemikian dahsyatnya. Apalagi Allah yang Mahasempurna dan Mahautuh kasih
sayang-Nya. Allah Mahatahu akan segala kebutuhan, harapan, dan keinginan kita.
Bahkan Allah pemilik segala apa yang kita inginkan. Allah penentu segala
kejadian yang terbaik bagi dunia maupun akhirat kita. Allah tahu persis segala
sesuatu yang akan mencelakakan diri kita. Allah pun tahu persis segala sesuatu
yang akan membinasakan dunia akhirat kita.

Allah Mahagagah, pelindung yang Mahasempurna.
Jikalau Dia berkehendak melindungi seorang makhluk-Nya, tidak ada satu pun yang
bisa menganiayanya, kendatipun bergabung seisi alam semesta ini untuk melakukan
sesuatu. Begitu pun kalau Allah akan memberi karunia kepada makhluk-Nya, tidak
akan pernah terhalangi walaupun seluruh jin dan manusia bergabung untuk
menghalanginya. Pendek kata, orang yang dikasih-sayangi oleh Allah, sempurnalah
kebahagiaannya. Semua kebutuhan tercukupi, kesulitan akan diberi jalan keluar,
bahkan akan dibela dari segala yang mengancamnya dengan pembelaan yang pasti
sangat memuaskan.

Kata-kata ini terlalu ringkas untuk bisa
menguraikan bagaimana dahsyatnya kasih sayang Allah. Terbukti kendati sampai
saat ini berlumur dosa, bergelimang maksiat, dan kurang bersyukur, ternyata
Allah toh tetap saja memberikan segalanya. Tubuh dinormalkan, dididik, diberi
rezeki, diberi tempat tinggal, dan aib-aib kita pun ditutupi-Nya. Padahal,
Allah tidak membutuhkan kita sama sekali. Kendati kita telah berlumur kehinaan
dan kemaksiatan, ternyata tidak terhalang kasih sayang-Nya yang senantiasa
menanti kita kembali kepada-Nya. Allaahu akbar!

Jadi, silaturahmi yang kita laksanakan benar-benar
bukan karena mengharapkan imbalan dari makhluk-makhluk, bukan karena berharap
pujian dan penghargaan, juga bukan karena mendambakan mereka agar menyambungkan
tali silaturahmi sebagaimana yang telah kita lakukan. Sama sekali bukanlah
semua itu yang kita dambakan, melainkan semua ini kita lakukan semata-mata agar
kita semakin disayangi oleh Allah Azza wa Jalla! Zat yang Mahaagung,
Mahasempurna, Mahahebat, Mahasuci, dan Mahamulia.

Sungguh, Mahabenar Allah dengan firman-Nya,
"Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu" (Q.S. An-Nisaa: 1).

------------------suber:cyberMQ.com
Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]

Senin, 23 Februari 2009

Bersabar Menunggu Panggilan...

Seorang pria berumur 61 tahun bernama Asep Sudrajat menghidupi keluarganya
dengan membuka sebuah toko berukuran 3 x 4 meter di sebuah jalan di kota
Bandung. Tiada yang mendampingi hidupnya di rumah selain Asih, istrinya.
Sudah puluhan tahun berumah tangga, Allah Swt Sang Maha Pencipta belum
berkenan memberikan mereka keturunan.

Namun baik Asep dan Asih adalah model hamba Allah yang menerima segala
ketetapan. Mereka selalu menghiasi hidup dengan pengharapan terhadap Allah
SWT. Bersyukur atas segala nikmat yang mereka terima, dan bersabar atas
segala ujian yang diberikan. Hampir dua puluh tahun mereka menabung demi
mewujudkan cita-cita. Sebuah cita-cita mulia yang mereka tanamkan dalam
hati, untuk berangkat haji ke Baitullah, Mekkah Al Mukarramah. Dengan hasil
dagang di toko yang seadanya, sedikit demi sedikit mereka sisihkan untuk
menggapai cita-cita

itu. Hanya ibadah haji saja dalam benak mereka yang belum pernah mereka
lakukan.

Keinginan itu terus membuncah, menggelegak dalam dada seorang hamba yang
rindu akan keridhaan Rab-nya. Hasil tabungan yang mereka kumpulkan tidak
mereka tabung di bank. Sengaja uang sejumlah itu mereka simpan agar dapat
memotivasi semangat mereka untuk mencari tambahan uang sesegera mungkin.
Sungguh dua puluh tahun
dalam menabung, merupakan masa yang cukup panjang untuk bersabar demi
mewujudkan ketaatan kepada Allah SWT. Tidak banyak, manusia modern di zaman
sekarang yang mampu memiliki niat sedemikian.

Malam itu, Asep dan Asih sekali lagi menghitung jumlah tabungan mereka.
Uang yang mereka simpan untuk berhaji itu kini berjumlah Rp. 50.830.000.
Sementara biaya haji pada saat itu berkisar kurang lebih Rp 27 juta per
orang, belum lagi biaya bimbingan haji yang harus mereka ikuti, ditambah
dengan uang jajan tambahan untuk membeli oleh-oleh. Mereka menghitung,
kurang lebih mereka memerlukan dana berkisar Rp 10 juta.

Setiap malam berlalu, Asep dan Asih selalu menghitung peruntungan jualan
mereka, dan sebagiannya mereka sisihkan untuk mewujudkan cita-cita berhaji.
Suatu pagi, Asep mendengar kabar bahwa kawan karibnya dalam berjamaah
shalat di Masjid As Shabirin jatuh sakit secara mendadak dan kini dirawat
di RS. Dr. Hasan Sadikin.

Setelah divisum oleh dokter rupanya penyakit yang diderita tetangga
sekaligus kawan karibnya itu adalah penyakit tumor tulang. Sebuah penyakit
yang jarang terjadi pada masyarakat Indonesia.

Bersegeralah, Asep menjenguk kawan karibnya itu. Sesampainya di sana,
sahabat tersebut masih berada di ruang ICU dan untungnya masih sadarkan
diri sehingga dapat melakukan percakapan dengan Asep. Dari penuturannya
Asep mengetahui bahwa tumor tulang tersebut telah membuat tetangganya tidak
mampu untuk berdiri lagi, dan tumor tersebut harus diangkat segera. Sebab
bila tidak, maka tumor tersebut dapat menjalar ke bagian tubuh lain. Asep
bergidik mendengarnya. Namun ia masih terus membesarkan hati sahabatnya itu
untuk senantiasa tawakkal dan berdoa kepada Allah Swt Yang Maha
Menyembuhkan setiap penyakit hamba-Nya.

Hampir setiap hari Asep menjenguk sahabatnya itu. Pada hari kedelapan,
sahabatnya itu telah dipindah ke ruang rawat inap kelas 3, bersama tujuh
pasien lainnya dalam satu kamar. Kamar tersebut pengap dengan bau obat, dan
tidak layak disebut sebagai kamar rumah sakit. Pemandangan yang berantakan.
Jemuran baju pasien dan pendamping yang bertebaran di sepanjang jendela.
Seprai kasur yang tidak rapi. Tikar dan koran bertebaran di pojok-pojok
kamar. Itu semua membuat pemandangan kamar menjadi tidak asri dan pengap.

Namun apa mau dikata,
tetangganya adalah seorang yang mungkin memilik nasib sama dengan jutaan
orang di Indonesia. Sudah masuk rumah sakit saja Alhamdulillah, nggak tahu
bayarnya pakai apa?

Hari itu adalah hari kesebelas sahabatnya dirawat di rumah sakit. Kebetulan
Asep sedang berada di sana, seorang perawat membawakan sebuah surat dari
rumah sakit bahwa untuk membuang tumor yang berada di sendi-sendi tulang
pasien haruslah dijalankan sebuah operasi. Operasi itu akan menelan biaya
hampir Rp 50 juta. Bila keluarga pasien mengharapkan kesembuhan, maka
operasi tersebut harus dilakukan. Namun kalau mau berpasrah kepada takdir
Tuhan, maka tinggal berdoa saja agar terjadi keajaiban.

Siapa orangnya yang tidak mau sembuh dari penyakit? Semua orang pun
berharap sedemikian. Namun mau bilang apa? Keluarga sahabat Asep tersebut
sudah menguras habis tabungan yang mereka miliki, namun itu semua untuk
bayar biaya rumah sakit selama ini saja tidak cukup. Apalagi untuk
membiayai proses operasi? Sungguh,
yang mampu mereka lakukan adalah memohon pertolongan kepada Allah Swt. Hari
kedua belas, ketiga belas, keempat belas…. kondisi pasien semakin parah.
Badannya terlihat kurus tak bertenaga. Kelemahan itu terlihat jelas dalam
sorot cahaya mata yang kian meredup. Sang pasien tidak mampu lagi
menanggapi lawan bicara. Tumor itu semakin mengganas dan menjalar ke
seluruh tubuh. Pemandangan itu semakin menyentuh relung hati Asep yang
terdalam. Maka di pinggir ranjang sahabatnya, Asep pun mengambil sebuah
keputusan besar.

Setelah berpamitan dengan keluarga sahabatnya, ia bergegas pulang menuju
rumah. Di sana terlihat olehnya Asih sedang melayani pembeli yang datang ke
toko sederhana milik mereka. Saat pembeli sudah sepi, Asep lalu
menyampaikan keputusannya itu kepada Asih. “Bu…, Kang Endi tetangga
kita yang sedang di rawat di rumah sakit itu kondisinya semakin memburuk.

Bapak tidak sanggup melihat penderitaannya. Sepertinya kita harus bantu dia
dan keluarganya. Tiga hari lalu, kebetulan bapak sedang di sana, seorang
suster memberitahukan bahwa Kang Endi
harus dioperasi segera. Keluarganya belum berani menyatakan iya, sebab
biaya operasi itu hampir Rp 50 juta….” Asep membuka pembicaraannya
dengan kalimat yang panjang. Asih pun mulai merasa iba dengan penderitaan
Kang Endi dan keluarganya, “Kasihan mereka ya, Pak! Kita bisa bantu

apa…? Asep pun langsung menyambung
dengan cepat, “Kalau ibu berkenan, bagaimana bila dana tabungan haji kita
diberikan saja kepada mereka semua untuk biaya operasi?” Kalimat itu
diakhiri dengan sebuah senyum merekah di bibir Asep. “Diberikan….?!!
Waduh pak…, hampir dua puluh tahun kita nabung dengan susah payah agar
cita-cita berhaji dapat diwujudkan. Masa bisa pupus seketika dengan
membantu orang lain yang bukan saudara kita?” Asih mengajukan penolakan
atas usulan suaminya.

Bu…., banyak orang yang berhaji belum tentu mabrur di sisi Allah.
Mungkin ini adalah jalan buat kita untuk meraih keridhaan Allah Swt.

Biarkan kita hanya berhaji di pekarangan rumah kita sendiri, tidak perlu ke
Baitullah. Bapak yakin bila kita menolong saudara kita, Insya Allah, kita
akan ditolong juga oleh Dia

Yang Maha Kuasa.Kalimat itu meluncur dari mulut Asep dan menohok relung
hati Asih sehingga begitu membekas di dasarnya. Tak kuasa, Asih pun
mengangguk dan setuju atas usul suaminya.

Keesokan pagi, Asep dan Asih pun datang berdua ke rumah sakit untuk
menjenguk. Toko mereka ditutup hari itu. Mereka berdua datang ke rumah
sakit dengan membawa sebuah amplop tebal berisikan uang sejumlah Rp 50 juta
yang tadinya mereka siapkan untuk berhaji. Keduanya tiba di rumah sakit dan
menjumpai Kang Endi dan
keluarganya di sana. Usai membacakan doa untuk pasien, keduanya datang
kepada istri Kang Endi. Mereka serahkan sejumlah uang tersebut, dan suasana
menjadi haru seketika. Bagi keluarga Kang Endi ini adalah moment dimana doa
diijabah oleh Tuhan. Sementara bagi Asep dan Asih, ini merupakan saat
dimana keikhlasan
menolong saudara harus ditunjukkan. Lalu pulanglah Asep dan Asih ke rumah
setelah berpamitan kepada keluarga.

Uang itu kemudian segera dibawa oleh salah seorang anggota keluarga ke
bagian administrasi rumah sakit. Formulir kesediaan menjalani operasi telah
diisi. Besok pagi jam 08.00 operasi pengangkatan tumor di sendi-sendi
tulang Kang Endi akan dilakukan. Alhamdulillah! Esoknya Kang Endi sudah
dibawa ke ruang
operasi.Sebelum dioperasi, dokter spesialis tulang yang selama ini
menangani Kang Endi sempat berbincang dengan keluarga. Doakan ya agar
operasi berjalan lancar dan Pak Endi semoga lekas sembuh! Kalau boleh
tahu…, darimana dana operasi ini didapat?” Dokter mencetuskan
pertanyaan tersebut, karena ia tahu sudah berhari-hari pasien tidak jadi
dioperasi sebab keluarga tidak mampu menyediakan dananya.

Istri Kang Endi menjawab, Ada seorang tetangga kami bernama pak Asep
yang membantu, Alhamdulillah dananya bisa didapat, Dok Memangnya,
beliau usaha apa? Kok mau membantu dana hingga sebesar itu? Dibenak
dokter, pastilah pak Asep adalah seorang pengusaha sukses. Dia hanya
punya usaha toko kecil di dekat rumah kami. Saya saja sempat bingung saat
dia dan istrinya memberikan bantuan sebesar itu Istri Kang Endi
menambahkan.

Di dalam hati, dokter kagum dengan pengorbanan pak Asep dan istrinya.
Hatinya mulai tergerak dan berkata, “Seorang pak Asep yang hanya punya
toko kecil saja mampu membantu saudaranya. Kamu yang seorang dokter
spesialis dan kaya raya, tidak tergerak untuk membantu sesama.” Suara
hati itu terus membekas dalam dada
pak dokter. Pembicaraan itu usai, dan dokter pun masuk ke ruang operasi.

Alhamdulillah operasi berjalan sukses dan lancar. Ia memakan waktu hingga 4
jam lebih. Semua tumor yang berada pada tulang Kang Endi telah diangkat.
Seluruh keluarga termasuk dokter dan perawat yang menangani merasa gembira.
Kang Endi tinggal menjalani masa penyembuhan pasca operasi. Pak Asep masih
sering menjenguknya. Suatu hari kebetulan pak dokter sedang memeriksa
kondisi Kang Endi dan pak Asep pun sedang berada di sana. Keduanya pun
berkenalan. Pak dokter
memuji keluasan hati pak Asep. Pak Asep hanya mampu mengembalikan pujian
itu kepada Pemiliknya, yaitu Allah Swt. Hingga akhirnya, pak dokter meminta
alamat rumah pak Asep secara tiba-tiba.

Beberapa minggu setelah Kang Endi pulang dari rumah sakit. Malam itu, Asep
dan Asih tengah berada di rumahnya. Toko belum lagi ditutup, tiba-tiba ada
sebuah mobil sedan hitam diparkir di luar pagar rumah. Nampak ada sepasang
pria dan wanita turun dari mobil tersebut. Cahaya lampu tak mampu menyorot
wajah keduanya
yang kini datang mengarah ke rumah pak Asep. Begitu mendekat, tahulah pak
Asep bahwa pria yang datang adalah pak dokter yang pernah merawat
sahabatnya kemarin.

Gemuruh suasana hati Asep. Ia terlihat kikuk saat menerima kehadiran pak
dokter bersama istrinya. Terus terang, seumur hidup, pak Asep belum pernah
menerima tamu agung seperti malam ini. Maka dokter dan istrinya
dipersilakan masuk. Setelah disuguhi sajian ala kadarnya, maka mereka
berempat terlibat dalam

pembicaraan hangat. Tidak lama pembicaraan kedua keluarga itu berlangsung.
Hingga saat pak Asep menanyakan maksud kedatangan pak dokter dan istri.
Maka pak dokter menjawab bahwa ia datang hanya untuk bersilaturrahmi kepada
pak Asep dan istri.

Pak dokter menyatakan bahwa ia terharu dengan pengorbanan pak Asep dan
istri yang telah rela membantu tetangganya yang sakit dan memerlukan dana
cukup besar. Ia datang bersilaturrahmi ke rumah pak Asep hanya untuk
mengetahui kondisi pak Asep dan belajar cara ikhlas membantu orang lain
yang sulit ditemukan di bangku
kuliah. Semua kalimat yang diucapkan oleh pak dokter dielak oleh pak Asep
dengan bahasa yang selalu merendah.

Tiba saat pak dokter berujar, Pak Asep dan ibu…., saya dan istri
berniat untuk melakukan haji tahun depan. Saya mohon doa bapak dan ibu agar
perjalanan kami dimudahkan Allah Swt… Saya yakin doa orang-orang shaleh
seperti bapak dan ibu akan dikabul oleh Allah… Baik Asep dan Asih
menjawab serentak dengan kalimat,

Amien… Pak dokter menambahkan, Selain itu, biar doa bapak dan
ibu semakin dikabul oleh Allah untuk saya dan istri, ada baiknya bila bapak
dan ibu berdoanya di tempat-tempat mustajab di kota suci Mekkah dan
Madinah…Kalimat yang diucapkan pak dokter kali ini sama-sama membuat
bingung Asep dan Asih sehingga membuat mereka berani menanyakan, Maksud
pak dokter…Ehm…, maksud saya, izinkan saya dan istri mengajak
bapak dan ibu Asep untuk berhaji bersama kami dan berdoa di sana sehingga
Allah akan mengabulkan doa kita semua

Kalimat itu berakhir menunggu jawaban. Sementara jawaban yang ditunggu
tidak kunjung datang hingga air mata keharuan menetes di pipi Asep dan Asih
secara bersamaan. Beberapa menit keharuan meliputi atmosfir ruang tamu
sederhana milik Asep dan Asih. Seolah bagai rahmat Tuhan yang turun
menyirami ruh para hamba-Nya yang senantiasa mencari keridhaan Tuhan. Asep
dan Asih hanya mampu mengucapkan terima kasih berulang-ulang. Usai pak
dokter pulang, keduanya tersungkur sujud mencium tanah tanda rasa syukur
yang mendalam mereka sampaikan kepada Allah Yang Maha Pemurah. Akhirnya,
mereka berempat pun menjalankan haji di Baitullah demi
mencari keridhaan Allah Azza wa Jalla.

Sungguh, kesabaran panjang yang diakhiri dengan pengorbanan kebaikan, akan
berbuah di tangan Allah Swt menjadi balasan yang besar dan anugerah yang
tiada terkira.

Artikel dikutip dari Kartu Pintar produksi Visi Victory Bandung

Kamis, 19 Februari 2009

Keutamaan Subuh

Oleh : Muhammad Jihad Akbar


Shalat Subuh merupakan satu di antara shalat wajib lima waktu yang mempunyai
kekhususan dari shalat lainnya dan mempunyai keutamaan yang luar biasa. Pada
saat inilah pergantian malam dan siang dimulai. Pada saat ini pula malaikat
malam dan siang berganti tugas (HR Al-Bukhari).

Karenanya, beruntunglah mereka yang dapat melaksanakan shalat Subuh pada awal
waktu sebab disaksikan oleh malaikat, baik malaikat yang bertugas pada malam
hari maupun siang. Allah SWT berfirman: ''Dan dirikanlah shalat Subuh.
Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh para malaikat).'' (QS Al-Isra'
[17]: 78).

Selain itu, shalat Subuh juga bisa menjadi penerang pada hari ketika semua
orang berada dalam kekalutan (kiamat). Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah
SAW, ''Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju
masjid (untuk mengerjakan shalat Subuh) dengan cahaya yang terang benderang
(pertolongan) pada hari kiamat.'' (HR Abu Daud, Tirmidzi dan Ibn Majah).

Tak hanya itu, Allah pun telah menyiapkan pahala yang luar biasa bagi mereka
yang membiasakan shalat Subuh tepat pada waktunya, yaitu mendapatkan pahala
sebanding dengan melakukan shalat semalam suntuk. Sebagaimana yang disebutkan
dalam sebuah hadis, ''Barangsiapa yang shalat Subuh berjamaah, maka seakan-akan
dia telah melaksanakan shalat semalam suntuk.'' (HR Bukhari).

Di antara hikmah dan alasannya adalah karena shalat Subuh merupakan shalat
wajib yang paling ''sulit'' dikerjakan pada awal waktu. Banyak di antara kita
lebih memilih untuk tidur di atas kasur empuk dan selimut yang hangat. Padahal,
seruan Allah (adzan) pada waktu Subuh telah memberitahukan kita bahwa shalat
itu lebih baik daripada tidur.

Secara ilmiah, benar adanya bahwa bangun pagi dan melakukan shalat lebih baik
daripada terus tidur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Louis J
Ignarro dan Ferid Murad, pembuluh darah manusia akan mengembang pada tengah
malam terakhir sampai menjelang siang. Kemudian secara berangsur-angsur
sekumpulan sel darah akan menggumpal pada dinding pembuluh sehingga terjadi
penyempitan. Inilah yang mengakibatkan tekanan darah tinggi.

Menurut peraih Nobel bidang Fisiologi dan Kedokteran tahun 1998 ini, ada cara
alamiah yang bisa dilakukan oleh setiap orang, yaitu menggerakkan tubuh sejak
pagi buta. Karena, penelitian mereka menunjukkan bahwa dengan
menggerak-gerakkan tubuh, gumpalan sel tadi akan melebur bersama aliran darah
yang terpompa dengan kencang pada saat bergerak.

Maka, beruntunglah mereka yang terbiasa menggerakkan tubuh pada waktu Subuh
dengan bangun tidur lalu berwudhu kemudian berjalan menuju masjid guna shalat
Subuh berjamaah.

Jumat, 13 Februari 2009

Berbagi Cinta

Bila ada ajakan untuk berbagi, apa yang ada di pikiran Anda? Mungkin
berbagi dana, berbagi pakaian layak pakai, sembako, susu, atau berbagi
makanan. Ya, semua jawaban biasanya dalam bentuk materi. Itu mungkin karena
di kepala kita telah tertancap ide-ide materialistik yang sudah mengglobal.
Mengukur segala sesuatunya dengan ukuran yang bersifat material dan kasat
mata. Pengalaman nyata dari ayah angkat saya mungkin bisa menjadi pelajaran
bahwa berbagi tidaklah mesti berbentuk materi.

Setiap tahun, ayah angkat saya punya kebiasan berkeliling ke berbagai panti
asuhan dan rumah anak yatim. Kunjungan biasanya dilakukan dua kali. Awal
bulan Ramadhan dan akhir bulan Ramadhan. Kunjungan pertama adalah survei
untuk mengetahui kebutuhan panti asuhan atau rumah yatim. Kunjungan kedua
membawa bantuan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

Ketika berkunjung ke salah satu rumah yatim, ayah angkat saya bertemu
dengan seorang bocah manis dan lucu. Dia masih sekolah kelas nol besar.
Siapa namamu nak? sapa ayah saya. Nama saya Nina Om, jawabnya
manja. Nina sudah punya sepatu baru? tanya ayah saya. Sudah om,
dikasih Abah (pemimpin panti-red). Nina juga sudah punya baju baru urai
Nina.

Kalau begitu Nina mau apa? tanya ayah saya. Nggak ah… ntar Om
marah jawab Nina. Nggak sayang, Om nggak akan marah, ayah saya
menimpali. Nggak ah… ntar Om marah Nina mengulang jawabannya. Ayah
saya berpikir, pasti yang diminta Nina adalah sesuatu yang mahal. Rasa
keingintahuan ayah saya semakin menjadi. Maka dia dekati lagi Nina.


Ayo Nak katakan apa yang kamu minta sayang, pinta ayah saya. Tapi
janji ya Om tidak marah? jawab Nina manja. Om janji tidak akan marah
sayang, tegas ayah saya.Bener Om nggak akan marah? sahut Nina
agak ragu. Ayah saya menganggukkan kepala.

Nina menatap tajam wajah ayah saya. Sementara ayah saya berpikir,
Seberapa mahal sich yang bocah kecil ini minta sampai dia harus
meyakinkan bahwa saya tidak akan marah. Sambil tersenyum Ayah mengatakan
ayo Nak, katakan, jangan takut, Om tidak akan marah Nak.Bener ya
Om nggak marah?, ujar Nina sambil terus menatap wajah ayah saya. Sekali
lagi ayah saya menganggukkan kepala.

Dengan wajah berharap-harap cemas, Nina mengajukan permintaanya Mmmm,
boleh gak mulai malam ini saya memanggil Om..dengan paggilan Ayah?. Nina
sedih gak punya ayah Mendengar jawaban itu, Ayah saya tak kuasa
membendung air matanya. Segera dia peluk Nina, tentu Anakku.. tentu
Anakku…mulai hari ini Nina boleh memanggil Ayah, bukan Om. Sambil
memeluk erat ayah saya, dengan terisak Nina berkata terima kasih ayah…
terima kasih ayah...

Hari itu, adalah hari yang takkan terlupakan buat ayah saya. Dia habiskan
waktu beberapa saat untuk bermain dan bercengkrama dengan Nina. Karena
merasa belum memberikan sesuatu berbentuk material kepada Nina maka sebelum
pulang Ayah bertanya lagi pada Nina, anakku, sebelum lebaran nanti ayah
akan datang lagi kemari bersama ibu dan kakak-kakakmu, apa yang kamu minta
nak?Kan udah tadi, Nina sudah boleh memanggil Ayah, jawab Nina.

Nina masih boleh minta lagi sama ayah. Nina boleh minta sepeda, otoped
atau yang lain, pasti akan Ayah kasih. jelas Ayah saya. Nanti kalau
ayah datang sama ibu ke sini, aku minta Ayah bawa foto bareng yang
ada Ayah, Ibu dan kakak-kakak NIna, boleh kan Ayah? Nina memohon sambil
memegang tangan Ayah.

Tiba-tiba kaki Ayah lunglai. Dia berlutut di depan Nina. Dia peluk lagi
Nina sambil bertanya, buat apa foto itu Nak?Nina ingin tunjukkan
sama temen-temen Nina di sekolah, ini foto ayah Nina, ini ibu Nina, ini
kakak-kakak Nina.Ayah saya memeluk Nina semakin erat, seolah tak mau
berpisah dengan gadis kecil yang menjadi guru kehidupannya di hari itu.

Terima kasih Nina. Meski usiamu masih belia kau telah mengajarkan kepada
kami tentang makna berbagi cinta. Berbagilah cinta, karena itu lebih
bermakna dibandingkan dengan sesuatu yang kasat mata. Berbagilah cinta,
maka kehidupan kita akan lebih bermakna. Berbagilah cinta agar orang lain
merasakan keberadaan kita di dunia.

Dikutip dari Jamil Azzaini.

Mengapa Manusia Memilih Kehidupan Fana?

oleh Mashadi

Bagaimana memaknai kehidupan? Bagaimana manusia harus mensikapi kehidupannya? Kehidupan dalam Islam, bukanlah rentang waktu yang pendek, yang digambarkan usia seseorang, atau usia sebagian umat manusia. Namun, juga bukan rentang waktu yang nyata, yang digambarkan dengan usia umat manusia secara keseluruhan.

Kehidupan menurut pandangan Islam adalah kehidupan di segala masanya, baik itu kehidupan nyata ­ yakni kehidupan duniawi ­ dan juga ke kehidupan akhirat. Masa dalam kehidupan dunia berbanding jauh dengan kehidupan akhirat. Ia bagaikan hanya satu jam di tengah hari. Ruang kehidupan akhirat pun lebih luas dari ruang kehidupan dunia. Ia adalah perpaduan ruang kehidupan dunia ­ di mana manusia hidup ­ dengan ruang lainnyanya.

Luas surga dalam kehidupan akhirat sebanding dengan langit dan bumi dalam kehidupan manusia. Sedangkan kehidupan neraka dalam kehidupan akhirat mampu menampung seluruh orang kafir dalam seluruh masa.

Tentu, hakikat rentang kehidupan mencakup kehidupan yang sifatnya familiar, yakni kehidupan akhirat, baik itu di surge maupun di neraka. Suasana yang ada dalam kehidupan akhirat tidak akan bisa dirasakan dan disamakan dengan suasana yang ada dalam kehidupan dunia.

Allah Ta'ala telah mendiskripsikan dengan jelas tentang kehidupan akhirat dalam al-Qur’an dengan berbagai karakteristik yang dimilikinya, hingga tampak jelas hakikatnya bagi siapa saja yang ingin mempelajarinya. Tapi, banyak manusia yang tidak mau memilih kehidupan yang lebih nyata, dan kekal, tapi manusia lebih memilih kehidupan yang fana, yaitu dunia.

Allah Ta'ala berfirman : Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (al-Ankabut :64) Menurut Mujahid mengungkapkan, “Sesungguhnya yang dimaksud dengan, sesungguhnya akhirat I tulah yang sebenarnya kehidupan adalah kehidupan yang tidak ada kematian didalamnya. Sedang Ibn Jarir menyatakan, yang dimaksud dengan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal. Tidak ada kesudahannya, tidak interupsi dan tidak ada kematian. Ibn Abu Ubaidah mengemukakan, bahwa yang dimaksud dengan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya. Ia adalah kehidupan yang tidak penuh dengan tipu daya, sebagaimana kehidupan duniawi.

Kisah indah digambarkan dalam kehidupan seorang sahabat, yaitu Hasan al-Basri, yang sangat zuhud terhadap dunia. Al-Basri tidak pernah terkena tipu daya dunia. Hidupnya jauh dari perbuatan durhaka, dan senantiasa diliputi ibadah kepada Rabbnya. Ia tinggalkan kehidupan dunia, yang melalaikan, dan hanya tipu daya belaka. Hasan al-Basri, benar-benar seorang, yang senantiasa dirinya terikat dengan akhirat. Jalan hidupnya penuh dengan ketaqwaan.Ia tidak ingin mengotori dengan prenik-prenik kenikmatan yang menipu, dan membuatnya terjatuh dalam murka-Nya.

Ketika Hasan al-Basri sedang sakit, saudara-saudaranya dan teman-temannya yang menjenguk merasa heran. Karen mereka tidak mendapati apa-apa dirumahnya, tidak ada tikar ataupun selimut, kecuali tempat tidur yang tidak ada apa-apanya. Hasan al-Basri rahimahullah adalah seorang ustadz (guru) dalam kewara’an. Dia mencari tingkat yang luhur dan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang mengotorinya. Alangkah indahnya hidup laki-laki yang menahan diri dari selera nafsu dan beraneka ragam kenikmatan dunia.

Sementara, tak sedikit manusia yang binasa lantaran memperturutkan hawa nafsunya. Hasan al-Basri menjauhi hawa nafsu yang menyukai segala Sesutu, nafsu yang cenderung kepada aneka kesenangannya yang dapa merusaknya.

Kewaraan Hasan al-Basri samapi ke tingkat ia tidak mengambil gaji dalam tugasnya dibidang peradilan. Tatkala Addi bin Arthat, seorang pejabat Iraq, memberinya uang sebesar 200 dirham, ia menolaknya. Addi mengira pemberian uang itu dianggap kurang oleh Hasan al-Basri. Karena itu, ia menambahnya. Namun, Hasan al-Basri tetap menolaknya. Al-Basri berujar : Aku menolaknya bukan karena aku memandang uang itu sedikit. Aku menolaknya karena tidak mau mengambil upah dalam memutuskan hukum, tegas al-Basri.

Tidak ada lagi di zaman sekarang manusia yang memiliki sikap hidup seperti Hasan al-Basri, yang zuhud terhadap kehidupan dunia. Manusia modern di saat sekarang ini, justru mengejar kehidupan dunia yang fana, dan sebentar berakhir manusia. Tapi, justru manusia mengagungkan dan memuja kehidupan dunia, yang tidak ada artinya apa-apa di akhirat nanti. Wallahu alam.

http://www.eramuslim.com/syariah/bercermin-salaf/mengapa-manusia-memilih-kehidupan-fana.htm

Free Al Aqsho, Free Palestine, Allohu Akbar!!!